Selasa, 20 April 2010

Mewaspadai Zina dan Penyebabnya


Allâh Ta'ala telah mengharamkan semua perbuatan keji, yang nampak maupun yang tidak nampak. Allâh Ta'ala juga melarang mendekati segala perbuatan keji itu serta memerintahkan agar menjauhi dan menutup segala akses yang bisa menyeret kearah perbuatan terlarang.
Semua itu sebagai wujud rahmat (kasih sayang) Allâh Ta'ala kepada para hamba dan wujud penjagaan yang Allâh Ta'ala berikan kepada para hamba-Nya agar tidak terkena sesuatu yang membahayakan di dunia dan akhirat mereka.

Diantara perbuatan keji yang telah Allâh Ta'ala haramkan dalam kitab-Nya dan lewat lisan Rasul-Nya adalah perbuatan zina. Berbagai macam metode ditempuh dalam mengharamkan perbuatan tabu ini. Terkadang dengan menggunakan kalimat “Jangan mendekati” serta memupus dan menutup semua akses kearah sana; terkadang dengan menyematkan gelar terburuk bagi perbuatan layak hewan ini; terkadang juga dengan menjelaskan sifat kaum muslimin yang tidak berzina; menyebutkan ancaman bagi pelakunya dan berbagai metode lainnya. Intinya perbuatan zina diharamkan dalam Islam.
Selain mengharamkan serta menjelaskan kekejian dan akibat buruk perbuatan amoral ini, syari’at Islam yang sempurna ini juga mengharamkan segala akses yang menuju kearah sana sebagai bentuk tindakan prefentif. Pengharaman segala akses ini sekaligus sebagai penghalang dari perbuatan keji ini.
Diantara syari’at-syari’at tersebut :

1. Penegakan hadd (sanksi) terhadap pelaku zina
Bagi pelaku yang belum menikah maka dikenakan sanksi berupa cambukan 100 kali dan diasingkan selama satu tahun penuh. Sedangkan yang telah menikah, maka sanksinya adalah dirajam (dilempari) batu sampai mati.
Allâh Ta'ala memerintahkan agar hadd ini ditegakkan dengan tegas, jangan sampai rasa kasihan terhadap mereka menyebabkan kita menyia-nyiakan hukum-Nya ini. Allâh Ta'ala juga memerintahkan pelaksanaan hadd ini di hadiri kaum muslimin, sehingga lebih mengena dan memberikan efek jera pada jiwa pelaku dan orang-orang yang menyaksikan.

2. Allâh Ta'ala memerintahkan menahan pandangan mata

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya;
yang demikian itu lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allâh Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”.
Dan katakanlah kepada wanita yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya”.

(Qs an-Nûr/24: 30-31)

Karena pandangan merupakan pintu yang mengawali terjadinya zina, maka Allâh Ta'ala menjadikan perintah “Menahan Pandangan” sebagai pendahuluan sebelum perintah menjaga kemaluan. Semua kejadian memalukan ini bermula dari pandangan mata, sebagaimana api besar yang berkobar bermula dari percikan api yang diremehkan. Berawal dari pandangan, kemudian angan-angan, kemudian melangkah dan akhirnya terjerumus. Maka barangsiapa mengumbar pandangannya untuk melihat sesuatu yang diharamkan oleh Allâh Ta'ala, berarti dia telah menyeret dirinya menuju jurang kehancuran.
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda :




Wahai Ali, janganlah engkau mengiringi pandanganmu
(terhadap sesuatu yang diharamkan)
dengan pandangan berikutnya.
Karena engkau tidak berdosa pada pandangan pertama
namun tidak berhak pada pandangan kedua.
[1]

Sebaliknya, orang-orang yang senantiasa menahan pandangan matanya, maka Allâh Ta'ala akan memberikan anugerah kepadanya berupa halawatul ibadah (ketenteraman dalam beribadah-red) sampai kiamat tiba.

3. Allâh Ta'ala juga memerintahkan wanita-wanita Islam untuk berhijab
Allâh Ta'ala memerintahkan kaum wanita mukminah agar berhijab demi menjaga diri mereka dan kaum lelaki agar tidak terjerumus dalam tipu daya setan.

Allâh Ta'ala berfirman :
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya,
dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka.

(Qs an-Nûr/24: 31)

Allâh Ta'ala juga berfirman:
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”.

(Qs al-Ahzâb/33: 59)

Allâh Ta'ala juga berfirman:
Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi),
maka mintalah dari belakang tabir.
Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.

(Qs al-Ahzâb/33: 53)

Ini semua dalam rangka melindungi para wanita dan laki-laki agar tidak terjerumus dalam perbuatan amoral ini. Namun para penyeru kerusakan di zaman ini, mengajak kita untuk merobohkan dinding pelindung ini dan agar wanita keluar dengan bebas tanpa menutupi aurat. Mereka ingin melihat masyarakat muslimin tenggelam dan larut dalam perbuatan yang tidak bermoral ini.

Sepak terjang mereka ini bukanlah suatu yang aneh, karena memang mereka mengadopsi peraturan dari induk semang mereka yang ingkar kepada Allâh Ta'ala serta tidak mengambil peraturan dari wahyu Allâh Ta'ala. Para wanita rendahan yang tersilaukan dengan slogan-slogan pengadopsi peraturan kufur ini lalu menyambut ajakan tersebut berarti ia telah mengganti ketaatan kepada Allâh Ta'ala dengan kemaksiatan, telah menggeser ridha Allâh Ta'ala digantikan dengan murka-Nya, serta pahala ditukar dengan siksa-Nya. Alangkah buruk sikap wanita ini terhadap terhadap dirinya sendiri dan masyarakatnya. Ia mentaati makhluk dalam berbuat maksiat kepada Allâh Ta'ala. Iyadzan billah.

4. Islam melarang seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita yang bukan mahramnya

Berkhalwat (berduaan) dengan wanita yang bukan mahram berarti membuka peluang bagi setan untuk menyeret keduanya agar terjerumus dalam perbuatan keji. Bagaimanapun tingkat ketakwaan dan keimanan keduanya tetap saja peluang terjerumus itu ada. Dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim, Ibnu Abbas radhiallâhu'anhu meriwayatkan bahwa Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda :




Jangan sekali-kali seorang lelaki berkhalwat dengan seorang wanita
kecuali kalau ditemani oleh mahram wanita tersebut.

Jadi, orang yang berkhalwat dengan wanita yang bukan mahramnya berarti telah melakukan perbuatan maksiat kepada Allâh dan Rasul-Nya, baik berduaan itu di dalam rumah, kantor, toko, mobil, tempat rekreasi, atau lainnya.

Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:





Janganlah kamu masuk menemui wanita-wanita (yang bukan mahram-pent)!
Seorang laki-laki bertanya: “Bagaimana tentang kerabat suami?”
Nabi menjawab: “Kerabat suami (jika berduaan dengan wanita itu menyebabkan kehancuran seperti) kematian”.

(HR. Bukhâri dan Muslim)

5. Islam mengharamkan seorang wanita melakukan safar tanpa mahram.

Disebutkan dalam hadits :









Dari Ibnu Abbas radhiallâhu'anhu, beliau menceritakan :
Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda :
“Seorang wanita tidak boleh melakukan safar kecuali bersama mahramnya,
dan seorang laki-laki tidak boleh masuk menemui wanita
kecuali kalau ada mahram yang menemani wanita itu”.
Lalu salah seorang laki-laki berkata :
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya
berkehendak keluar dalam tentara ini dan itu,
sedangkan istriku berniat melakukan ibadah haji”.
Maka Nabi bersabda: “Keluarlah engkau (berhaji) bersama istrimu!”.

(HR. Bukhâri, no. 1862; Muslim, no. 1341)

Maka wanita-wanita yang melakukan perjalanan keluar kota seorang diri tanpa mahram telah menyelisihi tuntunan Nabi yang mulia ini.

6. Islam mengharamkan tabarruj (bersolek) bagi wanita.

Islam mengharamkan wanita muslimah bertabarruj (berdandan menor) saat keluar rumah. Karena hal ini akan menarik perhatian laki-laki yang mengidap penyakit hati dan sarana menuju perbuatan keji.

Allâh Ta'ala berfirman:
Dan janganlah kamu tabarruj (berhias dan bertingkah laku)
seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.

(Qs al-Ahzâb/33: 33)

Inilah tuntunan dari Allâh Ta'ala buat kaum hawa. Namun sangat disayangkan, saat ini banyak wanita muslimah menyelisihi ayat yang mulia ini. Mereka memakai pakaian termegah dan wewangian termewah ketika keluar menuju pasar atau lainnya. Apa yang mereka lakukan ini telah cukup mendatangkan dosa buat mereka. Jika kaum wanita yang hendak keluar menuju masjid untuk beribadah disyaratkan agar tidak memakai minyak wangi, maka bagaimana dengan mereka yang keluar menuju selain masjid ?

Itulah diantara syari’at-syari’at yang Allâh Ta'ala tetapkan sebagai pencegahan sejak dini dari perbuatan nista ini. Maka hendaklah kita semua bertaqwa kepada Allâh dan menjauhi segala sarana yang menghantarkan menuju kejahatan yang keji ini.

[1] HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi. Imam Tirmidzi mengatakan hadits hasan gharîb.

Disadur oleh:
Abu Isma’il Muslim Al-Atsari
Dari kitab Khatarul Jarîmah al-Khuluqiyah, karya syaikh Jarullah, hlm. 9-17.

0 tanggapan:

Posting Komentar

dipersilahkan untuk memberikan tanggapan, dengan memperhatikan adab sopan santun, dan ma'af jika saya tidak menampilkan komentar anda yang hanya ingin mengajak berdebat (kecuali jika memang perlu saya tanggapi akan saya berikan tanggapan) terima kasih