Sabtu, 10 April 2010

Seharusnya Kita Selalu Menangis


 
Pernahkah Anda menangis -dalam keadaan sendirian- karena takut siksa Allah Ta’ala? Ketahuilah, sesungguhnya hal itu merupakan jaminan selamat dari neraka. Menangis karena takut kepada Allah Ta’ala akan mendorong hamba untuk selalu istiqâmah di jalan-Nya, sehingga akan menjadi perisai dari api neraka.
Nabi Salallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah sampai air susu kembali ke dalam teteknya. Dan debu di jalan Allah tidak akan berkumpul dengan asap neraka Jahannam”.

Mengapa Harus Menangis?
Seorang Mukmin yang mengetahui keagungan Allah Ta’ala dan hak-Nya, setiap dia melihat dirinya banyak melalaikan kewajiban dan menerjang larangan, akan khawatir dosa-dosa itu akan menyebabkan siksa Allah Ta’ala kepadanya.

Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Sesungguhnya seorang Mukmin itu melihat dosa-dosanya seolah-olah dia berada di kaki sebuah gunung, dia khawatir gunung itu akan menimpanya. Sebaliknya, orang yang durhaka melihat dosa-dosanya seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya, dia mengusirnya dengan tangannya –begini-, maka lalat itu terbang”.
(HR. at-Tirmidzi, no. 2497 dan dishahîhkan oleh al-Albâni rahimahullah)

Ibnu Abi Jamrah rahimahullah berkata, “Sebabnya adalah, karena hati seorang Mukmin itu diberi cahaya. Apabila dia melihat pada dirinya ada sesuatu yang menyelisihi hatinya yang diberi cahaya, maka hal itu menjadi berat baginya. Hikmah perumpamaan dengan gunung yaitu apabila musibah yang menimpa manusia itu selain runtuhnya gunung, maka masih ada kemungkinan mereka selamat dari musibah-musibah itu. Lain halnya dengan gunung, jika gunung runtuh dan menimpa seseorang, umumnya dia tidak akan selamat. Kesimpulannya bahwa rasa takut seorang Mukmin (kepada siksa Allah Ta’ala -pen) itu mendominasinya, karena kekuatan imannya menyebabkan dia tidak merasa aman dari hukuman itu. Inilah keadaan seorang Mukmin, dia selalu takut (kepada siksa Allah-pen) dan bermurâqabah (mengawasi Allah). Dia menganggap kecil amal shalihnya dan khawatir terhadap amal buruknya yang kecil”.
(Tuhfatul Ahwadzi, no. 2497)

Apalagi jika dia memperhatikan berbagai bencana dan musibah yang telah Allah Ta’ala timpakan kepada orang-orang kafir di dunia ini, baik dahulu maupun sekarang. Hal itu membuatnya tidak merasa aman dari siksa Allah Ta’ala .

Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

“Dan begitulah adzab Rabbmu apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya adzab-Nya sangat pedih lagi keras. Sesungguhnya pada peristiwa itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada adzab akhirat. Hari Kiamat itu adalah suatu hari dimana manusia dikumpulkan untuk (menghadapi)-Nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk). Dan Kami tiadalah mengundurkannya, melainkan sampai waktu yang tertentu. Saat hari itu tiba, tidak ada seorang pun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang bahagia. Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih)”.
(Qs Hûd/11:102-106)

Ketika dia merenungkan berbagai kejadian yang mengerikan pada hari Kiamat, berbagai kesusahan dan beban yang menanti manusia di akhirat, semua itu pasti akan menggiringnya untuk takut kepada Allah Ta’ala al-Khâliq .

Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

“Hai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu. Sesungguhnya kegoncangan hari Kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah), pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, semua wanita yang menyusui anaknya lalai terhadap anak yang disusuinya, dan semua wanita yang hamil gugur kandungan. Kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk. Akan tetapi adzab Allah itu sangat keras”.
(Qs al-Hajj/22:1-2)

Demikianlah sifat orang-orang yang beriman. Di dunia, mereka takut terhadap siksa Rabb mereka, kemudian berusaha menjaga diri dari siksa-Nya dengan takwa, yaitu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka, Allah Ta’ala memberikan balasan sesuai dengan jenis amal mereka. Dia memberikan keamanan di hari Kiamat dengan memasukkan mereka ke dalam surga-Nya.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

“Dan sebagian mereka (penghuni surga-pent) menghadap kepada sebagian yang lain; mereka saling bertanya. Mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami dahulu sewaktu berada di tengah-tengah keluarga, kami merasa takut (akan diadzab)”. Kemudian Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami dahulu beribadah kepada-Nya. Sesungguhnya Dia-lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang”.
(Qs ath-Thûr/52:25-28)

Ilmu Adalah Sebab Tangisan Karena Allah Ta’ala

Semakin bertambah ilmu agama seseorang, semakin tambah pula takutnya terhadap keagungan Allah Ta’ala . Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak, ada yang bermacam-macam warna (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah Ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.
(Qs Fâthir/35:28)

Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis”.

Anas bin Mâlik –perawi hadits ini mengatakan, “Tidaklah ada satu hari pun yang lebih berat bagi para Sahabat selain hari itu. Mereka menutupi kepala mereka sambil menangis sesenggukan”.
(HR. Muslim, no. 2359)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Makna hadits ini, ‘Aku tidak pernah melihat kebaikan sama sekali melebihi apa yang telah aku lihat di dalam surga pada hari ini. Aku juga tidak pernah melihat keburukan melebihi apa yang telah aku lihat di dalam neraka pada hari ini. Seandainya kamu melihat apa yang telah aku lihat dan mengetahui apa yang telah aku ketahui, semua yang aku lihat hari ini dan sebelumnya, sungguh kamu pasti sangat takut, menjadi sedikit tertawa dan banyak menangis”.
(Syarh Muslim, no. 2359)

Hadits ini menunjukkan anjuran menangis karena takut terhadap siksa Allah Ta’ala dan tidak memperbanyak tertawa, karena banyak tertawa menunjukkan kelalaian dan kerasnya hati.

Lihatlah para Sahabat Nabi radhiallahu'anhum, begitu mudahnya mereka tersentuh oleh nasehat! Tidak sebagaimana kebanyakan orang di zaman ini. Memang, mereka adalah orang-orang yang paling lembut hatinya, paling banyak pemahaman agamanya, paling cepat menyambut ajaran agama. Mereka adalah Salafus Shâlih yang mulia, maka selayaknya kita meneladani mereka.
(Lihat Bahjatun Nâzhirîn Syarh Riyâdhus Shâlihin 1/475; no. 41)

Seandainya kita mengetahui bahwa tetesan air mata karena takut kepada Allah Ta’ala merupakan tetesan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala, tentulah kita akan menangis karena-Nya atau berusaha menangis sebisanya. Nabi Muhammad Salallahu 'Alaihi Wassalam menjelaskan keutamaan tetesan air mata ini dengan sabda beliau:

“Tidak ada sesuatu yang yang lebih dicintai oleh Allah daripada dua tetesan dan dua bekas. Tetesan yang berupa air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang ditumpahkan di jalan Allah. Adapun dua bekas, yaitu bekas di jalan Allah dan bekas di dalam (melaksanakan) suatu kewajiban dari kewajiban-kewajibanNya”.

Namun yang perlu kita perhatikan juga bahwa menangis tersebut adalah benar-benar karena Allah Ta’ala, bukan karena manusia, seperti dilakukan di hadapan jama’ah atau bahkan dishooting TV dan disiarkan secara nasional. Oleh karena itu Nabi Salallahu 'Alaihi Wassalam menjanjikan kebaikan besar bagi seseorang yang menangis dalam keadaan sendirian. Beliau Salallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Tujuh (orang) yang akan diberi naungan oleh Allah pada naungan-Nya di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. ......(di antaranya): Seorang laki-laki yang menyebut Allah di tempat yang sepi sehingga kedua matanya meneteskan air mata”.
(HR. al-Bukhâri, no. 660; Muslim, no. 1031)

Hari Kiamat adalah hari pengadilan yang agung. Hari ketika setiap hamba akan mempertanggung-jawabkan segala amal perbuatannya. Hari saat isi hati manusia akan dibongkar, segala rahasia akan ditampakkan di hadapan Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Perkasa. Maka kemana orang akan berlari? Alangkah bahagianya orang-orang yang akan mendapatkan naungan Allah Ta’ala pada hari itu. Dan salah satu jalan keselamatan itu adalah menangis karena takut kepada Allah Ta’ala.

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn rahimahullah berkata,
“Wahai saudaraku, jika engkau menyebut Allah Ta’ala, sebutlah Rabbmu dengan hati yang kosong dari memikirkan yang lain. Jangan pikirkan sesuatu pun selain-Nya. Jika engkau memikirkan sesuatu selain-Nya, engkau tidak akan bisa menangis karena takut kepada Allah Ta’ala atau karena rindu kepada-Nya. Karena, seseorang tidak mungkin menangis sedangkan hatinya tersibukkan dengan sesuatu yang lain. Bagaimana engkau akan menangis karena rindu kepada Allah Ta’ala dan karena takut kepada-Nya jika hatimu tersibukkan dengan selain-Nya?".

Oleh karena itu, Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Seorang laki-laki yang menyebut Allah di tempat yang sepi”, yaitu hatinya kosong dari selain Allah Ta’ala, badannya juga kosong (dari orang lain), dan tidak ada seorangpun di dekatnya yang menyebabkan tangisannya menjadi riyâ’ dan sum’ah. Namun, dia melakukan dengan ikhlas dan konsentrasi”.
(Syarh Riyâdhus Shâlihîn 2/342, no. 449)

Setelah kita mengetahui hal ini, maka alangkah pantasnya kita mulai menangis karena takut kepada Allah Ta’ala . Wallâhul Musta’ân.

Oleh: Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari
(Majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIII/Muharram 1431H/Januari 2010M)

0 tanggapan:

Posting Komentar

dipersilahkan untuk memberikan tanggapan, dengan memperhatikan adab sopan santun, dan ma'af jika saya tidak menampilkan komentar anda yang hanya ingin mengajak berdebat (kecuali jika memang perlu saya tanggapi akan saya berikan tanggapan) terima kasih