Senin, 05 April 2010

Terapi Al-Isyq (Mabuk Asmara)

Terapi Al-Isyq (Mabuk Asmara)


Mabuk asmara
Mukaddimah
Virus hati yang bernama cinta ternyata telah banyak memakan korban. Mungkin
Anda pernah mendengar seorang remaja yang nekat bunuh diri disebabkan putus
cinta, atau tertolak cintanya. Atau anda pernah mendengar kisah Qois yang
tergila-gila kepada Laila. Kisah cinta yang bermula sejak mereka bersama
mengembala domba ketika kecil hingga dewasa.
Akhirnya sungguh tragis, Qois
benar-benar menjadi gila ketika Laila dipersunting oleh pria lain. Apakah
Anda pernah mengalami problema seperti ini atau sedang mengalaminya? mau
tau terapinya? Mari sama-sama kita simak terapi mujarab yang disampaikan
Ibnu Qoyyim rahimahullah dalam karya besarnya Zadul Ma'ad.
Beliau berkata : Gejolak cinta adalah jenis penyakit hati yang memerlukan
penanganan khusus disebabkan perbedaannya dengan jenis penyakit lain dari
segi bentuk, sebab maupun terapinya. Jika telah menggerogoti kesucian hati
manusia dan mengakar di dalam hati, sulit bagi para dokter mencarikan obat
penawarnya dan penderitanya sulit disembuhkan.
Allah subhanahu wa ta'ala mengkisahkan penyakit ini di dalam Al-Quran
tentang dua tipe manusia, pertama wanita dan kedua kaum homoseks yang cinta
kepada mardan (anak laki-laki yang rupawan). Allah mengkisahkan bagaimana
penyakit ini telah menyerang istri Al-'Aziz gubernur Mesir yang mencintai
Nabi Yusuf 'alaihissalam, dan menimpa Kaum Luth.
Allah ta'ala mengkisahkan kedatangan para malaikat ke negeri Luth:
وَجَآءَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ يَسْتَبْشِرُونَ {67} قَاَل إِنَّ هَؤُلآءِ
ضَيْفِي فَلاَ تَفْضَحُونِ {68} وَاتَّقُوا اللهَ وَلاَتُخْزُونِ {69} قَالُوا
أَوَلَمْ نَنْهَكَ عَنِ الْعَالَمِينَ {70} قَالَ هَاؤُلآءِ بَنَاتِي إِن
كُنتُمْ فَاعِلِينَ {71} لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ
{72}
"Dan datanglah penduduk kota itu (ke rumah Luth) dengan gembira (karena)
kedatangan tamu-tamu itu. Luth 'alaihissalam berkata: 'Sesungguhnya mereka
adalah tamuku; maka janganlah kamu memberi malu (kepadaku), dan bertakwalah
kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina'.Mereka berkata: 'Dan
bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia?' Luth berkata:
'Inilah puteri-puteri (negeri) ku (kawinlah dengan mereka), jika kamu
hendak berbuat (secara yang halal)'. (Allah berfirman): 'Demi umurmu
(Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan
(kesesatan)'". (Al-Hijr: 67-72)
Kriteria Manusia Yang Berpotensi Terjangkit Penyakit Al-Isyq
Penyakit al-'Isyq akan menimpa orang-orang yang hatinya kosong dari rasa
mahabbah (cinta) kepada Allah, selalu berpaling dariNya dan dipenuhi
kecintaan kepada selainNya. Hati yang penuh cinta kepada Allah dan rindu
bertemu dengaanNya pasti akan kebal terhadap serangan virus ini,
sebagaimana yang terjadi dengan Yusuf alaihis salam:
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلآ أَن رَّءَا بُرْهَانَ رَبِّهِ
كَذَلِكَ لِنَصْرِفُ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَآءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا
الْمُخْلَصِينَ
"Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan
Yusuf, dan Yusuf-pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata
dia tiada melihat tanda (dari) Rabb-nya. Demikianlah, agar Kami memalingkan
daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk
hamba-hamba Kami yang terpilih" [Yusuf : 24]
Nyatalah bahwa Ikhlas merupakan immunisasi manjur yang dapat menolak virus
ini dengan berbagai dampak negatifnya berupa perbuatan jelek dan keji.
Artinya memalingkan seseorang dari kemaksiatan harus dengan menjauhkan
berbagai sarana yang menjurus ke arah itu .
Berkata ulama Salaf: penyakit cinta adalah getaran hati yang kosong dari
segala sesuatu selain apa yang dicinta dan dipujanya. Allah berfirman
mengenai Ibu Nabi Musa:
وَقَالَتْ لأُخْتِهِ قُصِّيهِ فَبَصُرَتْ بِهِ عَن جُنُبٍ وَهُمْ
لاَيَشْعُرُونَ
"Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia
menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya"
[Al-Qasas :11]
Yakni kosong dari segala sesuatu kecuali Musa karena sangat cintanya kepada
Musa dan bergantungnya hatinya kepada Musa.
Bagaimana Virus Ini Bisa Berjangkit ?
Penyakit al-'Isyq terjadi dengan dua sebab, Pertama : Karena mengganggap
indah apa-apa yang dicintainya. Kedua: Perasaan ingin memiliki apa yang
dicintainya. Jika salah satu dari dua faktor ini tidak ada niscaya virus
tidak akan berjangkit. Walaupun Penyakit kronis ini telah membingungkan
banyak orang dan sebagian pakar berupaya memberikan terapinya, namun solusi
yang diberikan belum mengena.
Cinta Dan Jenis-Jenisnya
Cinta memiliki berbagai macam jenis dan tingkatan, yang tertinggi dan
paling mulia adalah mahabbatu fillah wa lillah (cinta karena Allah dan di
dalam Agama Allah) yaitu cinta yang mengharuskan mencintai apa-apa yang
dicintai Allah, yang dilakukan berlandaskan cinta kepada Allah dan RasulNya..
Cinta berikutnya adalah cinta yang terjalin karena adanya kesamaan dalam
cara hidup, agama, mazhab, idiologi, hubungan kekeluargaaan, profesi dan
kesamaan dalam hal-hal lainnya.
Diantara jenis cinta lainnya yakni cinta yang motifnya karena ingin
mendapatkan sesuatu dari yang dicintainya, baik dalam bentuk kedudukan,
harta, pengajaran dan bimbingan, ataupun kebutuhan biologis. Cinta yang
didasari hal-hal seperti ini disebut al-mahabbah al-'ardiyah, cinta ini
akan hilang bersama hilangnya apa-apa yang ingin didapatnya dari orang yang
dicintai. Yakinlah bahwa orang yang mencintaimu karena sesuatu akan
meninggalkanmu ketika dia telah mendapat apa yang diinginkannya darimu.
Adapun cinta lainnya adalah cinta yang berlandaskan adanya kesamaan dan
kesesuaian antara yang mencintai dan yang dicinta. Mahabbah al-'Isyq
termasuk cinta jenis ini tidak akan sirna kecuali jika ada sesuatu yang
menghilangkannya. Cinta jenis ini, yaitu berpadunya ruh dan jiwa, oleh
karena itu tidak terdapat pengaruh yang begitu besar baik berupa rasa
was-was, hati yang gundah gulana maupun kehancuran kecuali pada cinta jenis
ini.
Timbul pertanyaan bahwa cinta ini merupakan bertemunya ikatan batin dan
ruh, tetapi mengapa ada cinta yang bertepuk sebelah tangan? Bahkan
kebanyakan cinta seperti ini hanya sepihak dari orang yang sedang kasamaran
saja, jika cinta ini perpaduan jiwa dan ruh maka tentulah cinta itu akan
terjadi antara kedua belah pihak bukan sepihak saja?
Jawabnya yaitu bahwa tidak terpenuhinya hasrat disebabkan kurangnya syarat
tertentu, atau adanya penghalang sehingga tidak terealisasinya cinta antara
keduanya. Hal ini disebabkan tiga faktor ; Pertama: Bahwa cinta ini sebatas
cinta karena adanya kepentingan, oleh karena itu tidak mesti keduanya
saling mencintai, terkadang yang dicintai malah lari darinya. Kedua: Adanya
penghalang sehingga dia tidak dapat mencintai orang yang dicintanya, baik
karena adanya cela dalam akhlak, bentuk rupa, sikap dan faktor lainnya.
Ketiga: Adanya penghalang dari pihak orang yang dicintai.
Jika penghalang ini dapat disingkirkan maka akan terjalin benang-benang
cinta antara keduanya. Kalau bukan karena kesombongan, hasad, cinta
kekuasaan dan permusuhan dari orang-orang kafir, niscaya para rasul-rasul
akan menjadi orang yang paling mereka cintai lebih dari cinta mereka kepada
diri, keluarga dan harta.
Terapi Penyakit Al-Isyq
Sebagai salah satu jenis penyakit, tentulah al-'Isyq dapat disembuhkan
dengan terapi-terapi tertentu. Diantara terapi tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Jika terdapat peluang bagi orang yang sedang kasmaran tersebut untuk
meraih cinta orang yang dikasihinya dengan ketentuan syariat dan suratan
taqdirnya, maka inilah terapi yang paling utama. Sebagaimana terdapat dalam
Shahihain dari riwayat Ibn Mas'ud Radhiyallahu, bahwa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
" Hai sekalian pemuda, barang siapa yang mampu untuk menikah maka hendaklah
dia menikah , barang siapa yang belum mampu maka hendaklah berpuasa karena
puasa dapat menahan dirinya dari ketergelinciran (kepada perbuatan zina)".
Hadits ini memberikan dua solusi, solusi utama, dan solusi pengganti.
Solusi petama adalah menikah, maka jika solusi ini dapat dilakukan maka
tidak boleh mencari solusi lain. Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas
bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi (secara
tulus, red) selain melalui jalur pernikahan".
Inilah tujuan dan anjuran Allah untuk menikahi wanita, baik yang merdeka
ataupun budak dalam firman-Nya:
يُرِيدُ اللهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنكُمْ وَخُلِقَ اْلإِنسَانُ ضَعِيفًا
"Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan
bersifat lemah".[An-Nisa : 28]
Allah menyebutkan dalam ayat ini keringanan yang diberikannya terhadap
hambaNya dan kelemahan manusia untuk menahan syahwatnya dengan membolehkan
mereka menikahi para wanita yang baik-baik dua, tiga ataupun empat,
sebagaimana Allah membolehkan bagi mereka mendatangi budak-budak wanita
mereka. Sampai-sampai Allah membuka bagi mereka pintu untuk menikahi
budak-budak wanita jika mereka butuh sebagai peredam syahwat, keringanan
dan rahmati-Nya terhadap makluk yang lemah ini.
2. Jika terapi pertama tidak dapat dilakukan karena tertutupnya peluang
menuju orang yang dikasihinya karena ketentuan syar'i dan takdir, penyakit
ini bisa semangkin ganas. Adapun terapinya harus dengan meyakinkan dirinya
bahwa apa-apa yang diimpikannya mustahil terjadi, lebih baik baginya untuk
segera melupakannya. Jiwa yang berputus asa untuk mendapatkan sesuatu,
niscaya akan tenang dan tidak lagi mengingatnya. Jika ternyata belum
terlupakan, akan berpengaruh terhadap jiwanya sehingga semangkin menyimpang
jauh.
Dalam kondisi seperti ini wajib baginya untuk mencari terapi lain yaitu
dengan mengajak akalnya berfikir bahwa menggantungkan hatinya kepada
sesuatu yang mustahil dapat dijangkau adalah perbuatan gila, ibarat pungguk
merindukan bulan. Bukankah orang-orang akan mengganggapnya termasuk ke
dalam kumpulan orang-orang yang tidak waras?
Apabila kemungkinan untuk mendapatkan apa yang dicintainya tertutup karena
larangan syariat, terapinya adalah dengan mengangap bahwa yang dicintainya
itu bukan ditakdirkan menjadi miliknya. Jalan keselamatan adalah dengan
menjauhkan dirinya dari yang dicintainya. Dia harus merasa bahwa pintu
kearah yang diingininya tertutup, dan mustahil tercapai.
3. Jika ternyata jiwanya yang selalu menyuruhnya kepada kemungkaran masih
tetap menuntut, hendaklah dia mau meninggalkannya karena dua hal, pertama,
karena takut (kepada Allah azza wa jalla) yaitu dengan menumbuhkan perasaan
bahwa ada hal yang lebih layak dicintai, lebih bermanfaat, lebih baik dan
lebih kekal.
Seseorang yang berakal jika menimbang-nimbang antara mencintai sesuatu yang
cepat sirna dengan sesuatu yang lebih layak untuk dicintai, lebih
bermanfaat, lebih kekal dan lebih nikmat, akan memilih yang lebih tinggi
derajatnya. Jangan sampai engkau menggadaikan kenikmatan abadi yang tidak
terlintas dalam pikiranmu dengan kenikmatan sesaat yang segera berbalik
menjadi sumber penyakit. Ibarat orang yang sedang bermimpi indah, ataupun
menghayal terbang melayang jauh, ketika tersadar ternyata hanyalah mimpi
dan khayalan, akhirnya sirnalah segala keindahan semu, tinggal keletihan,
hilang nafsu dan kebinasaan menunggu.
Kedua, keyakinan bahwa berbagai resiko yang sangat menyakitkan akan
ditemuinya jika dia gagal melupakan yang dikasihinya, dia akan mengalami
dua hal yang menyakitkan sekaligus, yaitu: gagal dalam mendapatkan kekasih
yang diinginkannya, dan bencana menyakitkan dan siksa yang pasti akan
menimpanya. Jika yakin bakal mendapati dua hal menyakitkan ini niscaya akan
mudah baginya meninggalkan perasaan ingin memiliki yang dicinta. Dia akan
bepikir bahwa sabar menahan diri itu lebih baik. Akal, agama , harga diri
dan kemanusiaannya akan memerintahkannya untuk bersabar sedikit demi
mendapatkan kebahagiaan yang abadi. Sementara kebodohan, hawa nafsu,
kezalimannya kan memerintahkannya untuk mengalah mendapatkan apa yang
dikasihinya . Orang yang terhindar adalah orang-orang yang dipelihara oleh
Allah.
4. Jika hawa nafsunya masih tetap ngotot dan tidak terima dengan terapi
tadi, maka hendaklah berfikir mengenai dampak negatif dan kerusakan yang
akan ditimbulkannya segera, dan kemasalahatan yang akan gagal diraihnya.
Sebab mengikuti hawa nafsunya akan menimbulkan kerusakan dunia dan menepis
kebaikan yang datang, lebih parah lagi dengan memperturutkan hawa nafsu ini
akan menghalanginya untuk mendapat petunjuk yang merupakan kunci
keberhasilannya dan kemaslahatannya.
5. Jika terapi ini tidak mempan juga untuknya, hendaklah dia selalu
mengingat sisi-sisi kejelekan kekasihnya, dan hal-hal yang membuatnya dapat
menjauh darinya, jika dia mau mencari-cari kejelekan yang ada pada
kekasihnya niscaya dia akan mendapatkannya lebih dominan dari keindahannya,
hendaklah dia banyak bertanya kepada orang-orang yang berada disekeliling
kekasihnya tentang berbagai kejelekannya yang tersembunyi baginya. Sebab
sebagaimana kecantikan adalah faktor pendorong seseorang untuk mencintai
kekasihnya demikian pula kejelekan adalah pendorong kuat agar dia dapat
membencinya dan menjauhinya.
Hendaklah dia mempertimbangkan dua sisi ini dan memilih yang terbaik
baginya. Jangan sampai terperdaya dengan kecantikan kulit dengan
membandingkannya dengan orang yang terkena penyakit sopak dan kusta, tetapi
hendaklah dia memalingkan pandangannnya kepada kejelelekan sikap dan
prilakunya, hendaklah dia menutup matanya dari kecantikan fisik dan melihat
kepada kejekan yang diceritakan mengenainya dan kejelekan hatinya.
6. Jika terapi ini masih saja tidak mempan baginya, maka terapi terakhir
adalah mengadu dan memohon dengan jujur kepada Allah yang senantiasa
menolong orang-orang yang ditimpa musibah jika memohon kepadaNya, hendaklah
dia menyerahkan jiwa sepenuhnya dihadapan kebesaranNya, sambil memohon,
merendahkan dan menghinakan diri. Jika dia dapat melaksanakan terapi akhir
ini, maka sesunguhnya dia telah membuka pintu taufik (pertolongan Allah).
Hendaklah dia berbuat iffah (menjaga diri) dan menyembunyikan perasaannya,
jangan sampai dia menjelek-jelekkan kekasihnya dan mempermalukannya
dihadapan manusia, ataupun menyakitinya, sebab hal tersebut adalah
kezaliman dan melampaui batas.
Penutup
Demikianlah kiat-kiat khusus untuk menyembuhkan penyakit ini. Namun ibarat
kata pepatah: Mencegah lebih baik daripada mengobati, maka sebelum terkena
lebih baik menghindar. Bagaimana cara menghindarinya? tidak lain dengan
tazkiyatun nafs.
Semoga pembahasan ini bermanfaat.
[Diterjemahkan oleh : Ustadz Ahmad Ridwan,Lc (Abu Fairuz Al-Medani), Dari
kitab : Zadul Ma'ad Fi Hadyi Khairi Ibad, Juz 4, halaman 265-274, Penulis
Ibnu Qayyim Al-Jauziah]
Sumber: Almanhaj.or.id versi 38 (ebook .chm) dengan mengurangi beberapa
subbab pembahasan, url: http://www.almanhaj.or.id/content/2074/slash/0
Diposting ulang di http://maramissetiawan.wordpress.com

--
You are subscribed to email updates from "Maramis's "NashirusSunnah Blog"."

0 tanggapan:

Posting Komentar

dipersilahkan untuk memberikan tanggapan, dengan memperhatikan adab sopan santun, dan ma'af jika saya tidak menampilkan komentar anda yang hanya ingin mengajak berdebat (kecuali jika memang perlu saya tanggapi akan saya berikan tanggapan) terima kasih