Jangan Mudah
Mengumbar Lisan
Alhamdulillah puji dan syukur kepada
Allah سبحانه
وتعالى atas
segala ni’mat dan karunia serta kesempatan yang diberikan kepada saya untuk
menyusun sebuah tulisan sederhana, dengan harapan mudah-mudahan apa yang saya
tulis ini bermanfa’at buat kita semua terutama untuk saya sendiri, karena
sebetulnya yang pantas untuk saya nasehati adalah diri saya pribadi sebelum
orang lain,
Shalawat serta salam semoga tercurah
kepada Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم,
Sesungguhnya Allah سبحانه
وتعالى telah berwasiat kepada
seluruh ummat manusia, baik ummat-ummat terdahulu maupun ummat akhir zaman
dengan wasiat yang agung, yaitu agar mereka bertaqwa kepada Allah سبحانه
وتعالى, sebagaimana
firman Allah سبحانه وتعالى :
وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ
وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ ۚ
“dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang
yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah”[1]
Dan jika kita memperhatikan di dalam Al-Qur’an sangat banyak
sekali ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk bertaqwa, seperti diantaranya
firman Allah سبحانه وتعالى, yang sering kita baca atau kita dengar
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam”[2]
Di ayat
yang lain Allah سبحانه وتعالى berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن
نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا
كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ
وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta
satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu”[3]
Rasulullah
صلى الله عليه وسلم bersabda dalam khutbahnya pada haji wada’
أوصيكم بتقوى
اللَّه والسمع والطاعة وإن كان عبدا حبشيا ، فإنه من يعش منكم فسيرى إختلافا كثيرا
فعليكم بسنتي وسنةِ الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي تمسكوا بها وعضوا عليها
بالنواجِذِ ، وإياكم ومحدثات الأمور ، فإن كل محدثة بِدعةٌ وكل بدعةٍ ضلالة
“Aku wasiatkan kepada kalian agar
bertaqwa kepada Allah mendengar dan ta’at (kepada pemerintah) walaupun (yang
memerintah kalian) seorang budak dari Negri Habasyah, maka sesungguhnya orang
yang hidup diantara kalian (setelahku nanti) akan melihat perselisihan yang
banyak, maka hendaknya kalian berpegang dengan Sunnahku dan Sunnahnya para
khulafa’ur rashidin yang terbimbing setelahku, berpegang teguhlah dengannya,
gigitlah dengan gigi geraham, dan hendaknya kalian berhati-hati dengan perkara
baru, karena setiap paerkara yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah
kesesatan”[4]
Dan juga misalnya ketika Rasulullah صلى الله عليه وسلم berwasiat kepada mu’adz رضى الله
عنه
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا
كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَة تَمْحُهَا وَخَالِق النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“bertaqwalah engkau kepada Allah
dimanapun engkau berada, dan ikutilah perbuatan jelek dengan amal kebaikan
niscaya akan menghapusnya, dan pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik”[5]
Dan masih banyak lagi ayat-ayat dan
hadits Nabi صلى الله عليه
وسلم lainnya yang memerintahkan kita agar bertaqwa
kepada Allah سبحانه وتعالى, sehingga sudah cukup menjadi bukti
atau dalil betapa pentingnya kedudukan taqwa bagi seorang hamba,
Oleh karena itulah Allah سبحانه
وتعالى
menjadikan barometer atau tolak ukur kemuliaan seorang hamba di sisi-Nya adalah
sejauh mana atau seberapa besar ketaqwaannya kepada Allah سبحانه وتعالى,
sebagaimana firman Allah سبحانه وتعالى yang insya’Allah sudah sama-sama kita
hafal
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling takwa diantara kamu”[6]
Dengan
demikian marilah kita berusaha untuk menjadi hamba-hamba-Nya yang bertaqwa,
Dan
sebetulnya banyak sekali telah disebutkan baik di dalam Al-Qur’an maupun
Hadits-hadits Nabi perkara-perkara yang seharusnya kita perhatikan yang dapat
mengantarkan seseorang menjadi hamba yang bertaqwa,
Namun
pada tulisan saya kali ini mungkin hanya akan saya angkat satu perkara saja
agar supaya pembahasannya tidak terlalu panjang, dengan segala keterbatasan apa
yang saya miliki dan sedikitnya ilmu yang saya ketahui, namun semoga dapat
sama-sama kita pahami bersama,
Dan
salah satu diantara perkara tersebut yang harus diperhatikan oleh seseorang
yang menginginkan dirinya agar menjadi seorang hamba yang bertaqwa adalah
hendaknya ia berusaha untuk menjaga lisannya, yaitu agar memperhatikan setiap
apa yang ia ucapkan agar selalu berkata yang baik dan berusaha menghindari
ucapan buruk atau kotor, dengan kata lain seperti judul yang saya buat dalam
tulisan ini Jangan Mudah Mengumbar Lisan
Allah
سبحانه وتعالى
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا
سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَن
يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan
mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”[7]
Asy-Syaikh
As-Sa’dy berkata dalam kitab tafsirnya:
ومن القول السديد، لين الكلام ولطفه، في مخاطبة الأنام،
والقول المتضمن للنصح والإشارة، بما هو الأصلح
Dan diantara
yang termasuk al-qaulus sadid (perkataan yang baik) adalah: berkata lemah
lembut dan santun ketika berbicara kepada manusia, dan juga perkataan yang
mengandung nasehat, dan isyarat untuk kebaikan[8]
Rasulullah
صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا
أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.”[9]
Mengapa kita diperintahkan untuk menjaga
lisan..?
Karena tidak dipungkiri lagi bahwa kebanyakan
kesalahan yang diperbuat manusia dilakukan oleh lisannya,
Rasulullah صلى الله عليه وسل bersabda:
أَكْثَرُ خَطَايَا إِبْنِ آدَمَ فِي لِسَانِهِ
“Mayoritas kesalahan anak Adam adalah pada
lidahnya (lisannya)”[10]
Beliau صلى الله
عليه وسلم
juga bersabda:
إنَّ العبدَ ليتكلَّم بالكلمة ما يتبيَّن ما
فيها، يهوي بها في النار أبعدَ ما بين المشرق والمغرب
“Sesungguhnya seorang hamba akan berkata dengan satu kalimat yang
tidak ia perhatikan apa yang ada dalam kalimat tersebut, yang akan
menjerumuskannya ke dalam neraka yang jauhnya antara timur dan barat”[11]
Dan telah terbukti di tengah-tengah masyarakat, banyak sekali
kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh lisan, begitu ringannya seseorang mengghibah
saudaranya, mengadu domba, mencaci maki, mengumpat, dan begitu mudahnya
memfitnah orang lain, serta kesalahan-kesalahan lain, yang semuanya itu telah
dilarang dalam Syari’at Islam,
Seperti misalnya disebutkan dalam Al-Qur’an agar kita jangan
sampai berbuat demikian, Allah سبحانه وتعالى
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ
بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah sebagian kalian
menggunjingkan (ghibah) sebagian yang lain. Adakah seorang di antara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang.”[12]
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ
ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا
أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ
يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“Tahukah kalian apa itu ghibah?”, Mereka
menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu engkau
menceritakan tentang saudaramu yang membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan
kepada beliau, “Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya
sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda, “Apabila cerita yang
engkau katakan itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-ghibahinya.
Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah
berdusta atas namanya (berbuat buhtan).”[13]
Padahal seorang muslim itu hendaknya muslim
yang lain merasa aman darinya, sebagaimana sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم :
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ
وَيَدِهِ
“Muslim itu adalah seseorang yang muslim yang
lain aman dari lisan dan tangannya”[14]
Artinya bahwa seorang muslim itu tidak akan
pernah mengganggu saudaranya baik dengan ucapan maupun tangannya, dia akan
berusaha agar jangan sampai menyakiti saudaranya, sehingga saudaranya pun
merasa aman darinya,
Namun kenyataan yang terjadi banyak yang
mengaku muslim namun masih suka mencela saudaranya, menggunjing orang lain,
menuduh sembarangan tanpa bukti, bersumpah palsu, dan kesalahan-kesalahan lain
yang dilakukan oleh lisan yang sering kita jumpai di tengah-tengah masyarakat
yang kebanyakan karena memang mereka belum memahami Syari’at, sehingga
terjadilah penyimpangan-penyimpangan dalam masalah lisan ini,
Melihat kenyataan tersebut semestinya kita
berusaha untuk berhati-hati agar jangan sampai melakukan hal tersebut, dengan
cara mempelajari Syari’at Islam ini dengan benar, karena hanya dengan belajarlah
kita bisa mengetahui apa yang seharusnya kita amalkan dan mengetauhi apa saja yang
menjadi larangan-larangan Allah سبحانه وتعالى,
Dan saya rasa sudah cukup banyak artikel-artikel
yang membahas tentang kesalahan-kesalahan lisan dan bahayanya, dengan demikian
tidak perlu saya bahas kembali, namun yang ingin saya tekankan dalam tulisan
saya ini hanyalah sebatas bagaimana usaha kita untuk menjaga lisan kita ini,
agar selalu berkata benar, bertutur kata yang baik, dan menghindari
ucapan-ucapan buruk serta kotor yang dapat menyakiti orang lain serta
mengundang kemurkaan Allah سبحانه وتعالى,
Berkaitan dengan hal tersebut untuk motifasi
diri kita terutama saya pribadi agar senantiasa terdorong untuk selalu menjaga
lisan kapan pun dan dimana pun kita berada, untuk itu mari kita perhatikan
Sabda Rasulullah صلى الله
عليه وسلم :
لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ وَلَا
يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ وَلَا يَدْخُلُ رَجُلٌ
الْجَنَّةَ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
“Iman seorang hamba tidak akan istiqamah,
sehingga hatinya istiqamah. Dan hati seorang hamba tidak akan istiqamah,
sehingga lisannya istiqamah. Dan tidak akan masuk surga seseorang yang
tetangganya tidak aman dari kejahatan-kejahatannya”[15]
Di hadits yang lain Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الْأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ
اللِّسَانَ فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنْ
اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنْ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا
“Jika anak Adam memasuki pagi hari
sesungguhnya semua anggota badannya berkata merendah kepada lisan, “Takwalah
kepada Allah di dalam menjaga hak-hak kami, sesungguhnya kami ini tergantung
kepadamu. Jika engkau istiqamah, maka kami juga istiqamah, jika engkau
menyimpang (dari jalan petunjuk), kami juga menyimpang”[16]
Sehingga pantaslah jika Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjanjikan Surga bagi
siapa saja yang berusaha dan mampu menjaga lisannya, seperti dalam sabda Beliau
صلى الله عليه وسلم :
مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ
أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
“Siapa yang menjamin untukku apa yang ada di
antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya, niscaya aku
menjamin surga baginya”[17]
Maka dengan demikian setelah kita mengetauhui
beberapa dalil yang saya sebutkan di atas (walaupun
hanya beberapa saja namun mudah-mudahan sudah cukup mewakili), maka tidak ada
yang pantas untuk kita penjarakan secara berkepanjangan selain dari lisan kita,
sebagaimana perkataan salah seorang Shahabat yang mulia yang bernama Ibnu
Mas’ud رضى الله عنهما beliau berkata:
مَا شَيْءَ أحْوَجُ إلَى طوْلِ سِجْنٍ مِنْ لِسَانِي
“Tidak ada sesuatu
yang pantas untuk aku penjarakan secara berkepanjangan selain dari pada
lisanku”[18]
Di kesempatan yang lain
Beliau رضى الله عنهما juga berkata:
إيَاكُمْ وَ فُضُوْلُ الكَلامِ حَسْبَ
امْرِئٍ مَا بَلَغَ حَاجَتُهُ
“Jauhilah oleh
kalian berlebih-lebihan dalam berbicara, sudah cukup seseorang itu (berbicara)
setelah terpenuhi kebutuhannya”[19]
Dan perhatikan pula perkataan para Salaf yang lain
Samit bin ‘Ajlan رحمه الله تعالى berkata
يا ابْنَ آدَم إنَّكَ مَا سَكَتَ فَأنْتَ
سَالِمٌ فَإذا تَكلّمْتَ فَخُذْ حَذْرَكَ إمَّا لكَ وَ إمَّا عَليْكَ
“Wahai anak
Adam, sesungguhnya selama engkau diam maka engkau akan selamat, maka jika
engkau berbicara hendaknya berhati-hatilah, karena perkataan itu bisa jadi akan
menjadi penolongmu atau bisa jadi malah menjadi bumerang bagimu”[20]
Abdullah bin Mu’taz رحمه الله تعالى berkata:
إذَا تَمَّ العَقْلُ نَقَصَ الكَلَامُ
“Jika akal
seseorang itu sempurna maka dia tidak akan banyak bicara”[21]
Demikian ya ikhwan apa yang bisa saya tulis, semoga yang sedikit
ini bermanfa’at terutama buat saya pribadi agar lebih berhati-hati dalam
menjaga lisan, mohon ma’af jika ada kekurangan dan kesalahan, segala yang benar
datangnya dari Allah سبحانه
وتعالى dan yang salah adalah dari saya dan syaithan,
tidak lupa mohon kritik dan sarannya jika memang ada yang perlu diperbaiki,
atau mungkin ada tambahan agar dapat lebih memberikan manfa’at yang banyak buat
kita semua insya’Allah.
Ditulis di Bumi Cileungsi
Pada Tanggal 27 Muharam 1434 H, bertepatan dengan 10 Desember 2012
M
Saudara Antum yang mencintai Antum karena Allah
Abu Hanifah ‘Alim bin Iryani Heri Atmaja bin Martadimulya bin
Mangunharja bin Mangun Ali Mudi Mangun Negara Al-Bantuliy
[1] Surat
An-Nisa : Ayat-131
[2] Surat
Ali Imran : Ayat-102
[3] Surat
An-Nisa : Ayat-200
[4]Hadits
Riwayat Abu Dawud, Ahmad, dan yang lainnya صحيح
- رواه أبو داود كتاب السنة (4 / 200) (رقم : 4607) ، وأحمد (4 / 126- 127) ،
والآجري في الشريعة ، (ص 46) ، وابن أبي عاصم في " كتاب السنة " (1 / 19)
(رقم : 32 ، 57) مختصرا ، وابن حبان (1 / 178) (رقم : 5) كلهم من طريق الوليد بن
مسلم حدثنا ثور بن يزيد حدثني خالد بن معدان حدثني عبد الرحمن بن عمرو السلمي وحجر
بن حجْر عن العرباض
[5] Hadits
Riwayat At-Tirmidzy رواه الترمذي وقال : حسن صحيح.
[6] Surat
Al-Hujurat : Ayat-13
[7] Surat
Al-Ahzab : Ayat-70-71
[8] Taisir
Al-Karim Ar-Rahman
[9] Hadits
Riwayat Al-Bukhari (no. 6475) dan Muslim (no. 47), dari Abu
Hurairah رضى الله عنه
[10] Hadits Riwayat Thabarani, Ibnu ‘Asakir, dan lainnya. Lihat Silsilah Ash-Shahihah, no. 534
[11] Hadits
Riwayat Al-Bukhari وروى البخاري في صحيحه (6477) ومسلم في
صحيحه (2988)، واللفظُ لمسلم عن أبي هريرة
[12] Surat Al-Hujuuraat: Ayat-12
[13] Hadits Riwayat Muslim. 4/2001. Dinukil dari Nashihatii lin Nisaa’, hal. 26
[14] Hadits
Riwayat Al-Bukhary رواه البخاري في كتاب الإيمان ، باب المسلم من سلم المسلمون
من لسانه ويده ، واللفظ له ، ومسلم في صحيحه في كتاب
الإيمان ، حديث : 39
[15] Hadits Riwayat Ahmad, no. 12636, dihasankan oleh Syaikh Salim
Al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin, 3/13
[16] Hadits Riwayat Tirmidzi, no. 2407; dihasankan oleh Syaikh Salim
Al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin, 3/17, no. 1521) (Jami’ul ‘Uluum wal
Hikam, 1/511-512
[17] Hadits Riwayat Al-Bukhari, no. 6474; Tirmidzi, no. 2408; lafazh bagi Bukhari
[18]
Mukhtashar Minhajul Qashidin, hal.155
[19] Jami’ul
Ulum wal Hikam, hal.134
[20] Jami’ul
Ulum wal Hikam, hal. 135
[21]
Madarijus Salikin, II/52
8 tanggapan:
nice article gan, ane suka banget ceritanya
Memang susah menjaga lisan terutama pengaruh lingkungan yang kadang memaksa untuk berbicara hal yang sia-sia, bicara yang 'sia-sia' buat dosa tapi jika diam terus kadang dikatakan sombong. . hmm
@weather station
trima kasih.. atas atensinya
@HelmyS
jalan keluarnya adalah berbicara seperlunya saja..
tidak terlalu mengumbar bicara dan juga tidak terlalu diam..
seperti kata Ibnu Mas'ud diatas
إيَاكُمْ وَ فُضُوْلُ الكَلامِ حَسْبَ امْرِئٍ مَا بَلَغَ حَاجَتُهُ
“Jauhilah oleh kalian berlebih-lebihan dalam berbicara, sudah cukup seseorang itu (berbicara) setelah terpenuhi kebutuhannya”
wallahu a'lam
hal ini nih yang paling susah buat aku jaga..
btw, nice artikel dah sobb !!
@Digital Areas
susah mungkin karena belum terbiasa untuk menjaganya..
seperti halnya maksiat yang lain, ketika manusia sudah terbiasa dengan maksiat maka ketika hendak meninggalkannya pun ia akan merasa berat..
namun jika ia berusaha meninggalkannya sedikit demi sedikit maka tentu lambat laun tidak akan berat lagi meninggalkan maksiat tersebut..
wallahu a'lam
btw terima kasih kunjungannya..
mulutmu harimaumu. lidah itu lebih tajam dari pisau
terima kasih senang sekali berkunjung kesini
@Membuat Mie Ayam
betul sekali..
terluka karena sayatan pisau mungkin akan lebih cepat sembuh dari pada hati tersayat lisan yang tidak terkendali
@daftarhargagf188
terima kasih juga atas kunjungannya
semoga apa yang saya sajikan dapat diambil faedahnya
Posting Komentar
dipersilahkan untuk memberikan tanggapan, dengan memperhatikan adab sopan santun, dan ma'af jika saya tidak menampilkan komentar anda yang hanya ingin mengajak berdebat (kecuali jika memang perlu saya tanggapi akan saya berikan tanggapan) terima kasih