Jumat, 28 Mei 2010

Tujuan Hidup Seorang Muslim


Tujuan Hidup Seorang Muslim




Setiap orang yang mendalami Al-Qur'an dan mempelajari Sunnah tentu mengetahui bahwa puncak tujuan dan sasaran yang dilakukan orang Muslim yang diwujudkan pada dirinya dan di antara manusia ialah ibadah kepada Allah semata.

Tidak ada jalan untuk membebaskan ibadah ini dari setiap aib yang mengotorinya kecuali dengan mengetahui benar-benar tauhidullah.


Da'i yang menyadari hal ini tentu akan menghadapi kesulitan yang besar dalam mengaplikasikannya. Tetapi toh kesulitan ini tidak membuatnya surut ke belakang.


Sebab setiap saat da'wahnya menyerupai perkataan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:

Artinya: "Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi, kemudian yang paling menyerupai (mereka) lalu yang paling menyerupainya lagi."[1]


Bagaimana tidak, sedang dia selalu meniti jalan beliau, menyerupai sirah-nya dan mengikuti jalannya? Al-amtsalu tsumma al-amtsalu adalah orang-orang shalih yang mengikuti jalan para nabi dalam berda'wah keapda Allah, menyeru kepada tauhidullah seperti yang mereka lakukan, memurnikan ibadah hanya kepada-Nya dan menyingkirkan syirik. Mereka menghadapi gangguan dan cobaan seperti yang dihadapi para panutannya, yaitu nabi-nabi.

Oleh karena itu banyak para da'i yang menjauhi jalan yang sulit dan penuh rintangan ini. Sebab seorang da'i yang meniti jalan itu akan menghadapi ayah, ibu, saudara, rekan-rekan, orang-orang yang dicintainya, dan bahkan dia harus menghadapi masyarakat yang merintangi, memusuhi dan menyakitinya.

Lebih baik mereka menyingkir ke sisi-sisi Islam yang sudah mapan, yang tidak dimusuhi orang yang beriman kepada Allah. Di dalam sisi-sisi ini mereka tidak akan menghadapi kesulitan, kekerasan, ejekan, dan gangguan, khususnya di berbagai masyarakat Islam.

Biasanya mayoritas umat justru mau memandang da'i seperti ini, menyanjung dan memuliakannya dan tidak mengejek atau pun mengganggunya, kecuali jika mereka menentang para penguasa dan mengancam kedudukan mereka. Kalau seperti ini keadaannya, tentu para penguasa ini akan menumpas mereka dengan kekerasan, sebagaimana menumpas partai politik yang hendak mengincar kursi kekuasaannya. Sebab, para penguasa dalam masalah ini tidak bisa diajak kompromi, baik mereka itu kerabat atau pun rekan, baik orang Muslim maupun orang kafir.

Bagaimanapun juga kami merasa perlu mengatakan para da'i, bahwa meskipun mereka tetap harus menyaringkan suaranya atas nama Islam, toh mereka tetap harus mengasihi dirinya sendiri. Karena mereka keluar dari manhaj Allah dan jalan-Nya yang lurus dan jelas, yang pernah dilalui para nabi dan para pengikutnya dalam berda'wah kepada tauhidullah dan memurnikan agama hanya bagi Allah semata. Apa pun usaha yang mereka lakukan untuk kepentingan da'wah, toh mereka tetap harus memikirkan sarananya sebelum tujuannya.
Sebab berapa banyak sarana yang remeh justru membahayakan tujuan yang hendak dicapai dan justru menjadi pertimbangan yang besar.

Bahkan banyak da'i yang memaksakan cara yang mereka ciptakan sendiri dan tidak mau mengikuti manhaj para nabi dalam berdakwah kepada tauhidullah di bawah slogan-slogan yang serba gemerlap, tapi akhirnya hanya memperdayai orang-orang bodoh, sehingga mereka menganggapnya sebagai manhaj para nabi.

Karena Islam mempunyai beberapa cabang dan pembagian, maka harus ada penitikberatan pada masalah yang paling penting, lalu disusul dengan yang penting lainnya. Pertama kali da'wah harus diprioritaskan pada penataan aqidah. Caranya menyuruh memurnikan ibadah bagi Allah semata dan melarang menyekutukan sesuatu kepada-Nya. Kemudian perintah mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, melaksanakan berbagai kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan, seperti cara yang dilakukan semua para nabi. Firman Allah:


وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ ۚ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

Artinya: "Dan, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut'." [An-Nahl: 36]

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
Artinya: "Dan, Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Ilah selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku." [Al-Anbiya': 25]

Dalam sirah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan cara yang diterapkan beliau terkandung keteladanan yang baik serta manhaj yang paling sempurna. Hingga beberapa tahun beliau hanya menyeru manusia kepada tauhid dan mencegah mereka dari syirik, sebelum menyuruh mendirikan sholat, melaksanakan zakat, puasa, haji, dan sebelum melarang mereka melakukan riba, zina, pencurian dan membunuh jiwa tanpa alasan yang benar.

Jadi dasar yang paling pokok adalah mewujudkan peribadatan bagi Allah semata, sebagaimana firman-Nya:


وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: "Dan, AKu tidak menciptakan manusia dan jin melainkan untuk menyembah-Ku." [Adz-Dzariat: 56]

Hal ini tidak bisa terjadi kecuali dengan mengenal tauhidullah, baik secara ilmu maupun praktik, realitas sehari-hari maupun jihad.

Anda bisa melihat berapa banyak para da'i Muslim dan jama'ah-jama'ah Islam yang menghabiskan umurnya dan menghabiskan energinya untuk menegakkan hukum Islam atau menuntut berdirinya negara Islam. Mereka tidak tahu atau pura-pura tidak tahu, mereka lupa atau pura-pura lupa bahwa tegaknya hukum Islam tidak akan terwujud dengan cara seperti itu. Tujuan itu tidak akan terealisir kecuali dengan suatu manhaj yang dilakukan secara perlahan-perlahan, memerlukan waktu yang panjang, dilandaskan kepada kaidah yang jelas, harus dimulai dari penanaman aqidah dan menghidupkan pendidikan Islam serta menekankan masalah akhlaq. Jalan yang perlahan-lahan dan panjang ini merupakan jalan yang paling dekat dan paling cepat yang bisa ditempuh. Sebab untuk bisa mengaplikasikan tatanan Islam dan hukum syari'at Allah bukan merupakan tujuan yang bisa dilakukan secara spontan dan tergesa-gesa. Karena hal ini tidak mungkin diwujudkan kecuali dengan merombak masyarakat, atau adanya sekumpulan orang yang berkedudukan dan berbobot di tengah kehidupan manusia secara umum yang siap memberikan pemahaman aqidah Islam yang benar, baru kemudian melangkah kepada pembentukan tatanan Islam, meskipun harus menghabiskan waktu yang lama[2]

Kesimpulannya, menerapkan hukum-hukum syari'at, menegakkan hudud, mendirikan pemerintahan Islam, menjauhkan hal-hal yang diharamkan dan melaksanakan hal-hal yang diwajibkan, semuanya merupakan penyempurna tauhid dan penyertanya. Lalu bagaimana mungkin penyertanya mendapat prioritas utama, sedangkan pangkalnya diabaikan?

Kami melihat sepak terjang berbagai jama'ah yang menyalahi manhaj para rasul dalam berda'wah kepada Allah ini terjadi karena ketidaktahuan mereka terhadap manhaj ini. Padahal orang yang bodoh tidak pantas menjadi da'i. Sebab syarat terpenting dalam aktivitas da'wah adalah ilmu, sebagaimana yang difirmankan Allah tentang Nabi-Nya:


قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Artinya: "Katakanlah: 'Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik." [Yusuf: 108]

Jadi, keahlian seorang da'i yang paling penting adalah ilmu pengetahuan.
Kemudian kami melihat jama'ah-jama'ah yang menisbatkan diri kepada da'wah ini saling berbeda-beda. Setiap jama'ah menciptakan pola yang tidak sama dengan jama'ah lain dan meniti jalannya sendiri. Ini merupakan akibat dari tindakan yang menyalahi manhaj Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Karena manhaj beliau hanya satu, tidak terbagi-bagi dan tidak saling berselisihan. Firman Allah:


قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya: "Katakanlah: 'Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku."
Orang-orang yang mengikuti Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berada di atas jalan yang satu ini dan tidak saling berselisih. Tapi orang-orang yang tidak mengikuti beliau tentu saling berselisih. Firman Allah:


وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: "Dan, bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya." [Al-An'am: 153]

Jadi tauhid merupakan titik tolak da'wah kepada Allah dan tujuannya. Tidak ada gunanya da'wah kepada Allah kecuali dengan tauhid ini, meskipun ia ditempeli dengan merk Islam dan dinisbatkan kepadanya. Sebab semua rasul, terutama da'wah penutup mereka, Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dimulai dari tauhidullah dan sekaligus itu pula tujuan akhirnya. Setiap rasul pasti mengatakan untuk pertama kalinya seperti yang dijelaskan Allah.


لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ


Artinya: "Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Ilah selain daripada-Nya." [Al-A'raaf:59 ][3]

Ini merupakan tujuan hidup orang Muslim yang paling tinggi, yang untuk itulah dia menghabiskan umurnya sambil mengusahakannya di tengah kehidupan manusia dan menguatkannya di antara mereka.

Khaliq yang telah menyediakan apa-apa yang menunjang kemaslahatan kehidupan dunianya, Dia pula yang menetapkan syari'at agama bagi mereka dan menjaga kelangsungannya. Allah selalu menjaga Islam, karena Islam itulah tujuan dari diciptakannya dunia bagi manusia, lalu mereka diberi kewajiban untuk beribadah dan menguatkan tauhid, sebagaimana yang tercermin dalam firman Allah Ta'ala.




Oleh: Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsary

[Disalin dari kitab Ad-Da'wah ilallah Bainat-tajammu'i-hizby Wat-Ta'awunisy-Syar'iy, Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsary. Edisi Indonesia: Menggugat Keberadaan Jama'ah-Jama'ah Islam. Penerjemah: Kathur Suhardi, Penerbit, Pustaka Al-Kautsar. Cet. Pertama, September 1994; hal.38-44]

__________
Foot Note:
[1]. Diriwayatkan At-Tirmidzy, hadits nomor 2400, Ibnu Majah, hadits nomer 4023, Ahmad 1/172, dari Sa'id bin Abi Waqqash, dengan sanad hasan.
[2]. Limadza a'damuni?
[3]. Mukaddimah Manhajul Anbiya'

Sumber: Almanhaj

0 tanggapan:

Posting Komentar

dipersilahkan untuk memberikan tanggapan, dengan memperhatikan adab sopan santun, dan ma'af jika saya tidak menampilkan komentar anda yang hanya ingin mengajak berdebat (kecuali jika memang perlu saya tanggapi akan saya berikan tanggapan) terima kasih