Minggu, 07 Oktober 2012

Nasehatilah Saudaramu dengan Baik..

Nasehatilah Saudaramu dengan Baik..
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ به تعالي من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا إنه من يهدِ الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحدة لا شريك له وأشهد أن محمداً عبده ورسوله
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ)( يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا) (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا) أما بعد ، فإن خير الحديث كتاب الله ، وخير الهدي هديُ محمد صلي لله عليه وسلم ، وشر الأمور محدثاتها ، وكل محدثة بدعة ، وكل بدعة ضلالة ، وكل ضلالة في النار ، وبعد

Terlebih dahulu perkenankanlah saya menyampaikan sebuah harapan kepada antum yang dengan kehendak Allah سبحانه وتعالى  antum berkesempatan melihat tulisan saya ini, harapan saya semoga antum bersedia membacanya dengan ikhlash tanpa terpaksa,
Risalah ini saya tulis dalam rangka untuk saling memberikan nasehat, dan juga karena ingin mengharap ridha Allah سبحانه وتعالى , yang mudah-mudahan dengan apa yang saya lakukan ini kita termasuk orang-orang yang beruntung,
untuk itu saya berharap sekali agar tulisan ini bisa dibaca dengan baik supaya kita sama-sama mendapatkan faedah darinya, insya’Allah.

Sebagaimana kita ketahui bahwa saling memberikan Wasiat atau Nasehat merupakan salah satu perkara yang wajib ditegakkan menurut Syari’at Agama Islam...
Allah سبحانه وتعالى berfirman :
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)
 “Demi Masa (waktu ‘Ashar) (1), Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian (2), Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholih dan saling berwasiat di dalam kebenaran dan saling berwasiat di dalam kesabaran (3)” (Al-‘Ashr:1-3)

Dan juga Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim رحمه الله تعالى dari jalur Shahabat Tamim Ad-Daari رضى الله عنه :
الدين النصيحة ، الدين النصيحة ، الدين النصيحة ، قلنا : لمن يا رسول الله ؟ قال : لله ولرسوله ولكتابه ولأئمة المسلمين وعامتهم
“Agama itu Nasehat, Agama itu Nasehat, Agama itu Nasehat”, Kami (Para Shahabat) bertanya: Untuk Siapa Wahai Rasulullah ? Beliau bersabda : “Untuk Allah, Untuk Rasul-Nya, Untuk Kitab-Nya, Untuk Para Pemimpin Kaum Muslimin, dan Untuk seluruh Ummat pada umumnya”
Serta banyak dalil-dalil lainnya yang tidak memungkinkan untuk saya sebutkan satu persatu..

Sebetulnya membicarakan thema ini (Thema Tentang Nasehat) memerlukan pembahasan yang sangatlah luas dan panjang, membutuhkan berpuluh-puluh bahkan mungkin ratusan halaman untuk mengupas secara tuntas materi ini, akan tetapi pada kesempatan ini saya akan mencoba untuk menulis dengan pembahasan yang sesingkat-singkatnya dan seringkas-ringkasnya, langsung pada pokok permasalahan agar tidak terlalu panjang.
Telah kita maklumi bersama bahwa kita sebagai manusia ciptaan Allah سبحانه وتعالى  adalah makhluq yang sangat berpotensi atau sangat mungkin sekali untuk berbuat salah dan dosa,
sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah
صلى الله عليه وسلم  , dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi رحمه الله تعالى  dari Shahabat Anas Bin Malik رضى الله عنه   Beliau bersabda :
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap Anak Cucu Adam pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang selalu bertaubat”

Maka dari itulah perlu adanya saling memberikan nasehat diantara kita, saling mengingatkan satu sama lain, saling meluruskan di tengah-tengah kaum Muslimin, terutama ketika ada suatu kesalahan yang dilakukan oleh sebagian dari kita, atau membenahi sesuatu yang perlu diperbaiki agar supaya tidak berlarut-larut atau berkepanjangan yang dapat mengakibatkan kemudharatan bagi semua, agar supaya kembali lagi ke jalan yang benar dan tercapainya kemaslahatan yang dapat dirasakan bersama-sama,

Lalu bagaimanakah cara memberikan nasehat kepada saudara kita yang berbuat kesalahan ?
Apakah seketika itu juga kita tegur dia, tanpa memberikan udzur terlebih dahulu ?
Apakah harus juga di depan umum, tanpa memperdulikan keadaan ?
Apakah serta merta langsung kita katakan kepada dirinya, “..waaaah antum ini salaaah...” “..antum ini nggak bener..” ?
Atau kata-kata lainnya yang seolah-olah menyudutkannya..
Atau kita biarkan saja ?

Dan sering kita jumpai sebagian diantara kita yang mempunyai ghirah semangat tinggi dalam memberikan nasehat, akan tetapi terkadang juga kita saksikan ada diantara saudara-saudara kita trersebut yang memberikan nasehat tanpa ilmu sehingga tidak menggunakan cara yang baik dan tepat dalam memberikan nasehat, bahkan hanya mengikuti perasaan semata dalam mengukur sebuah kebaikan (baik menurut perasaan semata), sehingga yang terjadi justru malah timbul fitnah,
Untuk itu saya ingin mencoba menulis sebuah risalah singkat tentang bagaimana cara memberikan nasehat dengan benar sebatas apa yang saya ketahui dengan merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadits serta buku-buku yang membehas masalah ini, yang mudah-mudahan apa yang saya tulis ini walaupun singkat dapat memberikan bermanfaat.

Ya... ikhwan...
Ketahuilah bahwa dalam memberi nasehat itu ada hal-hal yang harus kita perhatikan dan kita pertimbangkan masak-masak sebelum kita memberikan nasehat kepada seseorang..
Jangan sampai sesuatu yang kita kira itu adalah sebuah nasehat.. namun ternyata apa  yang kita berikan justru celaan yang akan menyakiti hatinya, atau tamparan alias pukulan bagi orang yang kita nasehati sehingga hatinya terluka..
Maka dari itu hendaknya kita perlu hati-hati dalam memberikan nasehat, agar nasehat yang kita berikan bermanfaat, sesuai dengan harapan dan tujuan.

Beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam memberikan nasehat adalah:
1.      1. Ikhlash dalam memberikan Nasehat.
Dan saya yakin kita sudah pada tau dalil tentang wajibnya keikhlashan dalam setiap amal yang kita lakukan sehingga tidak perlu saya sebutkan satu per satu.. cukup Firman Allah سبحانه وتعالى  :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Dan tidaklah mereka itu diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan ikhlash menta’ati-Nya semata-mata karena (menjalankan) Agama”
Mengapa kita harus ikhlash dalam memberikan nasehat ?
Sangat banyak sekali faedah yang akan kita dapatkan bahkan kita rasakan ketika kita ikhlash dalam memberikan nasehat..
Misalnya saja diantaranya seorang pemberi nasehat yang ikhlash dia kita tidak akan gundah atau bersedih hati ataupun marah mana kala nasehatnya ditolak atau tidak diterima.
Karena seorang pemberi nasehat yang ikhlash hanya mengharap ridha Allah سبحانه وتعالى dalam memberikan nasehat, kalo memang diterima maka alhamdulillah, dan jika tidak diterima maka ia serahkan semuanya kepada Allah سبحانه وتعالى, karena hidayah itu ada di Tangan Allah سبحانه وتعالى.
Dan bukan pula karena mengharap pujian manusia, sebab biasanya jika seseorang sudah gila pujian ketika dia berhasil maka dia akan menjadi sombong, angkuh dan congkak, serta mebusungkan dada, akan tetapi jika tidak berhasil maka dadanya akan terasa sempit dan sesak.
2.      2. Memberi Nasehat dengan ilmu.
Allah سبحانه وتعالى Berfirman :
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي
“Katakan: ini Jalan (Agama) ku, Aku dan Orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah diatas Bashirah (ilmu) yang nyata” (Yusuf : 108)
Yang dimaksud ilmu disini mencakup:
a.      Ilmu tentang apa yang akan ia sampaikan.
karena bagaimana mungkin seseorang akan bisa memberikan nasehat sementara dia tidak faham apa yang akan ia sampaikan, maka ilmu adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh seorang pemberi nasehat.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah ungkapan:
"فاقد الشيء لا يعطيه "
“orang yang kehilangan atau tidak punya sesuatu tidak mungkin bisa memberi”
Allah سبحانه وتعالى  berfirman:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ
“Katakan, apakah sama antara orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang tidak berilmu” (Az-Zumar:9)
b.      Ilmu tentang keadaan orang yang akan kita beri Nasehat.
Kita hendaknya mengetahui dan faham betul siapa orang yang akan kita nasehati, entah itu berupa kedudukannya, keilmuannya, kepandaiannya, keadaannya atau kondisi, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan orang yang akan kita nasehati tersebut.
Karena hal ini sangat penting untuk kita ketahui, sehingga kita diharapkan bisa memberikan nasehat dengan cara yang baik dan tepat,
Sebagai contoh misalnya kita akan memberikan nasehat kepada orang yang lebih tua dari kita atau memiliki kedudukan, maka tentunya kita hendaknya terlebih dahulu berusaha menunjukkan sikap hormat kepadanya, tidak menunjukkan kesan ingin mengajari atau menunjukkan kesan kita lebih berilmu, dan juga tidak seperti kita menasehati anak kecil dan lain sebagainya.
Selain itu misalnya kita harus pula mengetahui kondisi orang yang akan kita nasehati, mungkin dalam keadaan marah atau mungkin sedang dalam kondisi tidak bagus dan lain sebagainya, atau juga sedang di tengah-tengah orang banyak atau di depan umum, maka hendaknya kita harus pandai-pandai membaca suasana.
c.       Ilmu tentang cara memberikan Nasehat dengan baik.
Poin ini sebetulnya masih terkait dengan poin sebelumnya yang sudah sedikit kita singgung, yaitu mana kala kita mengetahui keadaan orang yang akan kita nasehati maka setidaknya kita akan bisa mengambil tindakan bagaimana cara memberikan nasehat kepada orang yang akan kita nasehati tersebut dengan cara yang baik.
Atau  bisa juga kita katakan poin ini merupakan penggabungan dari poin pertama dan kedua, setelah kita mengilmui tentang apa yang akan kita sampaikan yang mencakup ilmu-ilmu syari’at, kemudian kita mengilmui tentang keadaan orang yang akan kita beri nasehat, sehingga setelah keduanya terkumpul diharapkan kita bisa mengetahui bagaimana cara memberikan nasehat dengan baik, dengan tutur kata yang lembut serta baik dan lain sebagainya.
Hal ini telah diisyaratkan dalam Firman Allah سبحانه وتعالى :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Dan serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik, serta bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik”
3.      3. Memberikan Nasehat dengan Rahasia.
Rasulullah  Bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Imam Hakim melalui shahabat ‘Iyadh bin Ghanam :
مَن أراد أن ينصحَ لسلطانٍ بأمرٍ فلا يُبدِ له علانية، ولكن ليأخذ بيدِه فيخلو به، فإن قَبِل منه فذاك، وإلاَّ كان قد أدَّى الذي عليه له
“Barangsiapa yang ingin menasihati penguasa, janganlah ia menampakkan dengan terang-terangan. Hendaklah ia pegang tangannya lalu menyendiri dengannya.
Bila penguasa itu mau mendengar nasihat tersebut maka itu yang terbaik. Dan bila si penguasa itu enggan (tidak mau menerima) maka sungguh ia telah melaksanakan kewajiban amanah yang dibebankan kepadanya”
Inilah diantara adab yang terkadang kurang diperhatikan oleh pemberi nasehat, terkadang karena saking semangatnya ketika akan memberi nasehat ia lupa akan adab yang satu ini, padahal memberi nasehat dalam keramaian atau di depan umum justru akan membantu syaitan untuk mencelakan saudaranya, karena ketika kita memberikan nasehat saudara kita di depan umum otomatis berarti kita mengumbar aib saudara kita, bagaimana mungkin saudara kita akan mendengar nasehat kita, karena yang terpikir adalah bagaimana menangkis serta menangkal aib-aibnya yang telah kita umbar dari pada memikirkan dan memperhatikan nasehat kita, seseorang yang dinasehati di hadapan manusia banyak biasanya egonya akan muncul, maka jangan berharap banyak nasehat akan diterima.
Imam asy-Syafi’i رحمه الله تعالى  berkata dalam sya’irnya:
تغمدنى بنصحك في انفرادي   وجنبني النصيحة في الجماعة
فإن النصح  بين الناس  نوع   من التوبيخ لا أرضى استماعه
وإن خالفتني  وعصيت قولي    فلا  تجزع  إذا لم تعط  طاعة
“Tutupilah kesalahanku dengan nasihatmu ketika aku seorang diri. Hindarilah menasihatiku di tengah khalayak ramai. Karena memberikan nasihat di hadapan banyak orang.
Sama saja dengan memburuk-burukkan, aku tidak sudi mendengarnya. Jika engkau menyalahiku dan tidak mengikuti ucapanku. Maka janganlah engkau kaget bila nasihatmu tidak ditaati”
4.      4. Memberi nasehat dengan halus dan lemah-lembut,
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim dari Jalur Abu Bakar Ash-Shiddiq رضى الله عنه :
إنَّ الله رفيقٌ يحبُّ الرِّفقَ في الأمر كلِّه
“Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut, mencintai kelembutan di setiap perkara”
Maka dari itu termasuk di dalamnya ketika memberi nasehat, wajib bagi kita untuk bersifat lemah lembut, bertutur kata yang lembut, agar nasehat kita didengar, walaupun tidak ada jaminan nasehat kita diterima, namun ini adalah adab yang wajib dimiliki oleh seorang pemberi nasehat,
Sebagaimana Nabi Musa عليه السلام  saja diperintah untuk berlemah-lembut ketika menasehati Fir’aun seperti dalam Firman Allah سبحانه وتعالى  :
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى (43) فَقُولا لَهُ قَوْلاً لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى (44)
“Pergilah kalian berdua Fir’aun sesungguhnya dia telah melampaui batas, maka katakanlah oleh kalian berdua dengan perkataan yang lemah-lembut agar dia ingat atau takut” (An-Nahl:43-44)
5.      5. Sabar dan tidak tergesa-gesa.
Allah سبحانه وتعالى Berfirman :
فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ
“Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar, dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkanmu” (Ar-Ruum : 60)
Sikap sabar sangat penting untuk dimiliki oleh seorang pemberi nasehat, baik sabar dalam masalah waktu maupun sabar dalam menghadapi orang yang kita nasehati, karena terkadang orang yang kita nasehati tidak langsung menerima nasehat kita, butuh waktu untuk menerimanya, atau bahkan terkadang ada pertentangan-pertentangan dari orang tersebut, untuk itulah butuh kesabaran dalam memberikan nasehat.
6.      6. Terus menerus dalam memberi nasehat jangan pernah merasa bosan.
Mungkin poin ini juga masih termasuk dalam poin sebelumnya yaitu sabar dan tidak tergesa-gesa, namun sengaja saya masukkan poin tersendiri sekedar mempertegas saja, karena memberi nasehat tidak cukup sekali dua kali, namun butuh berkali-kali bahkan selamanya kita berikan nasehat, seperti sudah kita sebutkan bahwa terkadang seseorang itu tidak langsung menerima nasehat kita, untuk itulah perlu diberikan nasehat secara berkesinambungan, namun tentunya kita juga harus memperhatikan aspek kondisi atau keadaan orang yang kita beri nasehat, ada sa’at tertentu kita beri nasehat dan sa’at-sa’at dimana kita jangan memberikan nasehat,
7.      7. Jangan memaksa.
Allah سبحانه وتعالى  Berfirman:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
“Tidak ada paksaan dalam Agama, sesungguhnya telah jelas perbedaan antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat” (Al-Baqarah:156)
Dan juga Allah سبحانه وتعالى   Berfirman:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Engkau (Nabi) tidak akan sanggup memberi hidayah orang yang Engau cintai, akan tetapi Allah lah yang memberi hidayah bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (Al-Qashas:56)
Sebagaimana yang sudah disinggung diawal bahwa memberi nasehat itu hanyalah menyampaikan saja, memang kita diperbolehkan mempunyai harapan agar nasehat kita diterima, akan tetapi sekali lagi bahwa masalah diterima atau tidak itu bukan urusan kita, maka jika diterima alhamdulillah, kalaupun tidak diterima maka kita serahkan urusannya kepada Allah سبحانه وتعالى

Demikian sedikit apa yang bisa saya sampaikan, dan saya yakin masih banyak sekali hal-hal lain yang harus kita perhatikan ketika kita memberi nasehat kepada saudara kita, namun demikian mudah-mudahan apa yang sedikit ini bisa memberikan manfaat, mohon maaf jika ada kesalahan dan kekurangan, yang benar datangnya dari Allah سبحانه وتعالى , dan yang salah adalah dari diri saya yang dho’if dan syaitan, untuk itu jika antum mendapatkan kekeliruan ataupun kesalahan dalam tulisan saya ini mohon kiranya untuk menegur dan menasehati saya, atau barang kali mungkin ada yang mau menambahkan, saya persilahkan untuk berbaginya ilmu disini.
Terima kasih atas perhatian dan kesediaan antum untuk membaca tulisan ini, syukran katsiran ‘ala ihtimamikum, jazakumullahu khairan, wa barakallahu fikum.

Dari akhukum fillah
Abu Hanifah ‘Alim bin Iryani Al-Bantuliy
Kampung Baru, Cileungsi, 21 Dzulqa’dah 1433 H, 7 Oktober 2012 M

1 tanggapan:

Abu Abdillah Riza Firmansyah mengatakan...

salam kenal dari hidayahsalaf.blogspot.com

Posting Komentar

dipersilahkan untuk memberikan tanggapan, dengan memperhatikan adab sopan santun, dan ma'af jika saya tidak menampilkan komentar anda yang hanya ingin mengajak berdebat (kecuali jika memang perlu saya tanggapi akan saya berikan tanggapan) terima kasih