Tinggal di Tanah Rantau...
Barang
kali Antum yang sedang membaca tulisan saya ini adalah seorang perantau, entah
dalam rangka bekerja mencari ma’isyah atau untuk belajar menuntut ilmu, yang datang
dari daerah jauh yang sa’at ini tinggal di negeri orang sebagai pendatang,
mungkin dari Jawa yang sedang merantau di luar Jawa, atau mungkin dari luar
Jawa yang sedang merantau di tanah Jawa, atau barang kali juga sedang merantau
di Luar Negeri atau sebaliknya,
Atau
juga mungkin seorang penduduk pribumi asli namun pernah merasakan menjadi
seorang perantau,
Atau
entah apa keadaan Antum saat ini tidak begitu penting untuk dibahas, namun yang
jelas bahwa bagi seorang perantau setidaknya di dalam hatinya ada perasan rindu
atau kangen terhadap kampung halaman yang telah ia tinggalkan, dan saya yakin
setiap perantau mempunyai perasaan demikian, sebagaimana yang saya rasakan
sendiri sa’at ini, entah mungkin hanya sekedar ingin melihat suasana kampung
halaman tanah kelahirannya, atau ingin berjumpa dengan orang-orang yang ia
cintai yang telah lama berpisah, seperti misalnya orang tua, saudara, teman akrab,
dan yang lainnya,
Dan
ini adalah fithrah bagi seorang perantau yang saya rasa sulit dihilangkan,
Sehingga
di Negeri kita ini (Negeri dimana saya tinggal, Indonesia) terkenal dengan
istilah mudik bersama yang dilakukan oleh sebagian saudara-saudara kita, bahkan
termasuk saya, pada saat hari raya ‘idul fithri (walaupun sebetulnya di dalam
Syaria’t tidak ada tuntunannya, dan memang hal ini ada dan terjadi karena
akibat adanya sistem dan peraturan yang berlaku sehingga mengharuskan
terjadinya acara mudik bersama, wallahu a’lam), dan di tulisan saya ini kita
tidak sedang membahas tentang hukum mudik bersama tersebut, akan tetapi kita
hanya ingin mengambil sedikit pelajaran darinya, mudah-mudahan apa yang saya
tulis ini dapat memberikan manfaat buat kita semua,
Pembaca yang Allah سبحانه
وتعالى muliakan,
Bahwasannya kebiasaan seorang perantau ketika ia mempunyai rencana
ingin pulang ke kampung halamannya, tentunya ia akan mempersiapkan segala
sesuatu yang ia butuhkan, termasuk perbekalan yang ia butuhkan ketika di
perjalanan maupun ketika berada di kampung halaman, agar ia bisa menikmati
kepulangannya, bisa bersenang-senang ketika berada di kampung halaman, dan rasanya
sulit kita temukan seorang perantau yang pulang ke kampung halaman pulang
begitu saja tanpa membawa perbekalan, sebab apa yang bisa ia lakukan jika
perbekalan tidak ia miliki ?, setidaknya ia akan membawa sesuatu yang bisa ia
banggakan kepada orang lain di kampungnya, malu rasanya pulang kampung dengan
tangan hampa, atau minimal ia berusaha mencari ongkos untuk bisa pulang menuju kampung
halaman,
Demikianlah kira-kira gambaran secara singkat tentang seorang
perantau yang ingin pulang ke kampung halamannya, pasti dia akan berusaha
mencari perbekalan yang cukup bahkan sebanyak-banyaknya, agar dapat merasakan
kegembiraan serta bersenang-senang ketika berada di kampung halamannya,
Dan apa yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini adalah
perkara yang jauh lebih penting dari hal itu, perkara yang harus diperhatikan
oleh seorang hamba yang hidup di dunia ini,
Ikhwani fillah yang saya cintai karena Allah سبحانه
وتعالى,
Antum
mungkin pernah membaca atau mendengar sebuah hadits yang cukup masyhur yang
diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari
رحمه الله تعالى dari Shahabat Ibnu Umar رضي الله عنهما Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
كن في الدنيا كأنك غريب أو عابر سبيل
“Jadilah hidup di dunia ini seolah-olah engkau seperti perantau
atau orang yang dalam perjalanan”[1]
Faedah yang terkandungan dalam hadits ini banyak sekali dan
diantaranya adalah agar kita jangan sampai terlena hidup di dunia ini, jangan
sampai tertipu dengan gemerlapnya dunia, karena dunia ini hanyalah permainan
dan sendau gurau belaka,
Allah سبحانه وتعالى
berfirman:
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ لَعِبٌ وَلَهْوٌ
وَلَلدَّارُ الآخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ (32)
“Dan tidaklah kehidupan dunia itu
melainkan hanyalah permainan dan sendau gurau belaka, dan sungguh negeri
akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, apakah kalian tidak
mengerti?”[2]
Dan juga Allah سبحانه
وتعالى Berfirman:
وَما
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ (185)
“Dan tidaklah kehidupan dunia itu melainkan kesenangan
yang memperdayakan”[3]
Dan masih banyak lagi hadits maupun ayat yang semakna,
semoga hadits dan ayat yang saya sebutkan diatas sudah mewakilinya, supaya
tulisan saya ini tidak terlalu panjang, karena saya khawatir jika terlalu
panjang malah justru membuat Antum kurang minat untuk membacanya,(‘afwan, hanya
sekedar khawatir saja, semoga tidak dengan Antum yang sedang membaca tulisan
ini, saya berharap Antum adalah seorang yang gemar dan rajin membaca,
insya’Allah)
Dari
ayat dan hadits yang saya sebutkan di atas saya mengingatkan diri saya dan
Antum bahwa kita ini sebetulnya hanyalah seorang perantau yang suatu saat nanti
akan pulang ke kampung halaman kita yang sesungguhnya, dan hidup kita di dunia
ini sebetulnya adalah dalam rangka mencari bekal untuk menuju kampung halaman
kita,
Sadarkah
kita dengan hal ini ?
Tidakkah
kita merasa rindu terhadap kampung halaman kita tersebut ?
Tidakkah
kita khawatir jika di kampung akhirat kelak kita tidak bisa bersenang-senang,
dan justru menjadi orang yang sengsara?
Hanya
orang yang tidak beriman dan tidak memiliki rasa rindu terhadap kampung akhiratlah,
yang tidak berusaha mempersiapkan diri untuk mencari bekal menuju kampung
akhiat,
Dengan demikian
jika kita menyadari hal tersebut tentunya akan mendorong kita untuk lebih giat
lagi dalam mencari perbekalan buat kehidupan kita di akhirat kelak, lebih
mementingkan akhirat ketimbang dunia,
Dan betapa
ruginya seseorang yang tertipu oleh dunia, yang cita-citanya sebatas dunia dan
dia lupa terhadap negeri akhirat sebagai kampung halaman yang sesungguhnya,
padahal suatu saat nanti ia akan dipanggil oleh Allah سبحانه وتعالى untuk menempatinya,
Maka
dari itu hendaknya kita selalu ingat bahwa sewaktu-waktu Allah سبحانه
وتعالى akan memanggil kita,
Allah سبحانه وتعالى
mengingatkan kita
dalam firman-Nya:
كُلُّ نَفْسٍ
ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ (185)
“Setiap jiwa akan merasakan kematian, dan hanya pada hari kiamat
sajalah diberikan dengan sempurna balasan kalian, barang siapa dijauhkan dari
neraka dan dimasukkan kedalam surga sungguh ia telah memperoleh kemenangan”[4]
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad رحمه
الله تعالى dalam musnadnya,
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
من كان همه
الآخرة جمع الله تعالى شمله وجعل غناه في قلبه وأتته الدنيا وهي راغمة ، ومن كانت
نيته الدنيا فرق الله تعالى عليه ضيعته وجعل فقره بين عينيه ولم يأته من الدنيا
إلا ما كتب له
“Barang siapa yang cita-citanya adalah akhirat maka Allah سبحانه
وتعالى akan mengumpulkan kekuatannya dan Allah سبحانه
وتعالى jadikan kekayaan ada dalam hatinya dan dunia
mendatanginya dalam keadaan hina dina, dan barang siapa yang niatnya hanyalah
dunia maka Allah akan mencerai beraikan urusannya dan dijadikan kefakiran ada
pada kedua pelupuk matanya dan tidaklah sesuatu dari dunia ini mendatanginya
kecuali apa yang telah Allah سبحانه وتعالى tetapkan baginya”[5]
Dengan demikian apa sebetulnya yang kita cari ?
Dunia atau akhirat ?
Dan Allah telah mempersilahkan kita untuk memilih antara keduanya,
ingin dunia silahkan, namun jika akhirat yang dituju itu adalah yang terbaik,
Allah سبحانه وتعالى
berfirman:
مَنْ
كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ
أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ (15) أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ
إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (16)
“Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia dan
segala perhiasannya maka akan kami berikan kepada mereka apa yang mereka
amalkan di dalamnya, dan mereka tidak akan dirugikan, mereka itulah orang-orang
yang tidak memeroleh apa-apa di akhirat kecuali neraka, dan sisialah apa yang
mereka kerjakan dan hapuslah apa yang telah mereka amalkan”[6]
Maka dari itu mari kita persiapkan bekal menuju kampung halaman
kita dengan meningkatkan keimanan kita serta memperbanyak amal sholih, jangan
pernah kita terlena oleh dunia, jangan pernah mengorbankan kehidupan akhirat
hanya demi ingin memperoleh kehidupan dunia yang singkat ini,
Terakhir sebagai penutup saya sampaikan sebuah sya’ir:
إنَّ للهِ
عِبَادًا فُطَنَا طَلَّقُوْا الدُّنْيَا وَخَافُوْا الفِتَنَا
نَظَرُوْا
فِيْهَا فَلَمَّا عَلِمُوْا
أنَّهَا لَيْسَتْ لِحَيٍّ
وَطَنَا
جَعَلُوْهَا لُجَّةً
وَاتَّخَذُوْا صَالِحَ الْأعْمَالِ فِيْهَا سُفُنَا
Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang
cerdik mereka menolak dunia karena takut
terhadap fitnah
Mereka memperhatikan dunia maka ketika mereka
tahu bahwa dunia bukan tempat tinggal yang sebenarnya
Maka mereka menganggap dunia ini seperti
samudera luas dan mereka menjadikan amal sholih sebagai kapalnya
Demikian apa yang bisa saya tulis walaupun
sangat singkat akan tetapi mudah-mudahan dapat memberikan manfaat, mohon ma’af
jika ada kekurangan dan kesalahan, semua yang benar datangnya dari Allah, dan
yang salah dari saya pribadi dan syaitan,
Silahkan jika ada diantara antum yang ingin
menambahkan, semoga dapat memberikan faedah yang lebih banyak lagi, terima
kasih atas kesediaan antum meluangkan waktu untuk membaca tulisan sederhana
ini, jika ada yang ingin berbagi baik share maupun coppats saya persilahkan,
جزاكم الله خبرا و بارك الله فيكم
Ditulis di Tanah Rantau,
Kampung Baru, Rawahingkik, Cileungsi, Bogor,
Jawa Barat,
Tanggal 23 Dzulhijjah 1433 H, bertepatan
dengan Tanggal 8 November 2012 M
Saudara Antum yang mencintai Antum karena
Allah
Abu Hanifah ‘Alim Al-Bantuliy
0 tanggapan:
Posting Komentar
dipersilahkan untuk memberikan tanggapan, dengan memperhatikan adab sopan santun, dan ma'af jika saya tidak menampilkan komentar anda yang hanya ingin mengajak berdebat (kecuali jika memang perlu saya tanggapi akan saya berikan tanggapan) terima kasih