TAUBAT
Oleh Ustadz Sofyan Chalid Bin Idham Ruray حفظه الله تعالى وغفر له
ولوالديه ولجميع المسلمين
Laksana musafir yang singgah sejenak di suatu tempat, sekedar untuk
beristirahat dan mengumpulkan bekal, untuk kemudian melanjutkan
perjalanannya kembali. Demikianlah hakikat kehidupan manusia di muka
bumi ini, bahwa setiap kita hakikatnya adalah musafir yang sedang
berjalan menuju kampung kita yang sejati, yaitu negeri akhirat yang
kekal.
Maka sudah sepantasnya kita mempersiapkan diri dan berbekal dengan
ketakwaan untuk kehidupan kita yang sesungguhnya, yaitu kehidupan yang
tidak ada kematian lagi setelahnya, yang ada hanyalah kebahagian
selama-lamanya ataukah sebaliknya: adzab yang panjang.
Namun sudah menjadi tabiat manusia tergelincir dalam dosa, padahal
tidaklah manusia itu diciptakan kecuali semata-mata untuk beribadah
kepada Allah Ta’ala, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Maka tatkala seseorang tergelincir ke dalam lembah
kenistaan, hendaklah ia segera kembali kepada Allah subhanahu wa
ta’ala, meninggalkan kesalahannya dan bertekad untuk tidak
mengulangi kesalahan tersebut di masa datang. Inilah suatu amalan
besar yang dinamakan dengan taubat.
Makna Taubat
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah menerangkan,
"makna taubat secara bahasa adalah kembali, sedangkan menurut
perngertian syar'i taubat adalah kembali dari maksiat kepada Allah
Ta'ala menuju ketaatan kepada-Nya. Dan taubat yang paling agung serta
paling wajib adalah taubat dari kekafiran kepada keimanan.
Allah Ta'ala berfirman:
قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَف
"Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, Jika mereka berhenti
(bertaubat dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa
mereka yang telah lalu." (Al-Anfal: 38)
Kemudian tingkatan taubat berikutnya adalah taubat dari dosa-dosa
besar, berikutnya taubat dari dosa-dosa kecil. Dan wajib bagi setiap
manusia untuk bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari setiap
dosa." (Syarah Riyadhus Shalihin 1/38)
Kewajiban Bertaubat
Bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala merupakan kewajiban yang
diperintahkan Allah Ta'ala dan Rasul-Nya shallallahu'alaihi wa sallam:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً
نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ
وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan
taubatan nashuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu
akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (At-Tahrim: 8)
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung." (An-Nur: 31)
عن الأَغَرِّ بنِ يسار المزنِيِّ – رضي الله عنه – ، قَالَ : قَالَ
رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم – : ((يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا
إِلَى اللَّهِ فَإِنِّى أَتُوبُ فِى الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ
مَرَّةٍ)) رواه مسلم
Dari al-Agar bin Yasar radhiyallahu'anhu beliau berkata, Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, "wahai sekalian manusia,
bertaubatlah kepada Allah Ta'ala, sesungguhnya aku bertaubat
kepada-Nya dalam sehari seratus kali." (HR. Muslim, no. 7034)
Berkata al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah, "Para Ulama telah sepakat
(ijma') atas wajibnya taubat, karena perbuatan-perbuatan dosa dapat
membinasakan pelakunya dan menjauhkannya dari Allah Ta'ala, maka wajib
menghindarinya dengan segera".
Jadi, kewajiban taubat harus dilaksanakan dengan segera dan tidak
boleh ditunda-tunda, karena semua perintah Allah Ta'ala dan Rasul-Nya
shallallahu'alaihi wa sallam harus dilaksanakan dengan segera jika
tidak ada dalil yang membolehkan penundaannya. Bahkan para Ulama
menjelaskan bahwa menunda taubat merupakan suatu perbuatan dosa yang
membutuhkan taubat tersendiri.
Syarat-syarat Taubat
Syarat Pertama: Ikhlas
Hendaklah seorang bertaubat dengan niat yang ikhlas, yaitu semata-mata
mencari keridhaan Allah Ta'ala dan agar mendapatkan ampunan-Nya, bukan
karena ingin dipertontonkan kepada manusia (riya'), atau hanya karena
takut kepada penguasa, ataupun kepentingan-kepentingan duniawi
lainnya. Karena taubat kepada Allah Ta'ala adalah termasuk ibadah yang
harus memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas dan mutaba'ah (mencontoh
Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam).
Syarat Kedua: Menyesali perbuatan dosa yang telah terlanjur dilakukan
Karena penyesalan menunjukkan kejujuran taubat seseorang, oleh
karenanya Nabi shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
النَّدَمُ تَوْبَة
"Penyesalan adalah taubat." (HR. Ibnu Hibban dan al-Hakim, dishohihkan
asy-Syaikh al-Albani dalam Shohihut Targhib, no. 3146, 3147)
Syarat Ketiga: Meninggalkan dosa
Meninggalkan dosa termasuk syarat taubat yang paling penting, sebab
itu adalah bukti benarnya taubat seseorang, maka tidak diterima
taubatnya apabila ternyata dia masih terus-menerus melakukan dosa
tersebut. Berkata al-Imam Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah, "permohonan
ampun tanpa meninggalkan dosa adalah taubatnya para pendusta." (Tafsir
al-Qurthubi 9/3)
Adapun cara meninggalkan dosa, jika berupa kewajiban yang
ditinggalkan; adalah dengan melaksanakan kewajiban itu. Sedangkan dosa
melakukan perbuatan haram, maka wajib untuk segera meninggalkan
perbuatan haram tersebut dengan segera dan tidak boleh terus
melakukannya meskipun hanya sesaat.
Syarat Keempat: Bertekad untuk tidak mengulang kembali perbuatan dosa
tersebut di masa mendatang
Apabila di dalam hati seseorang masih tersimpan keinginan untuk
kembali melakukan dosa tersebut jika ada kesempatan, maka tidak sah
taubatnya.
Syarat Kelima: Apabila dosa tersebut berupa kezaliman kepada orang
lain, maka harus meminta maaf dan atau mengembalikan hak-hak orang
lain yang diambil dengan cara yang batil
Seperti apabila seorang pernah mencaci orang lain maka hendaklah dia
meminta pemaafan orang tersebut, atau seorang yang pernah mencuri
harta orang lain maka hendaklah dia meminta maaf dan mengembalikan
harta tersebut atau meminta penghalalannya.
Bahaya Perbuatan zalim
Kezaliman kepada orang lain merupakan dosa besar yang mengakibatkan
kebangkrutan besar pada hari kiamat. Nabi shallallahu'alaihi wa sallam
bersabda:
أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ. قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ
دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ. فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى
يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى
قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ
هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ
حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا
عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى
النَّارِ
"Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut itu, mereka menjawab, orang
yang bangkrut adalah orang yang tidak (lagi) memiliki dinar dan harta.
Maka Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, sesungguhnya
orang yang bangkrut dari ummatku adalah seorang yang datang (menghadap
Allah Ta'ala) pada hari kiamat dengan (membawa pahala) sholat, puasa,
zakat, namun ketika di dunia dia pernah mencaci fulan, menuduh fulan,
memakan harta fulan, menumpahkan darah fulan, memukul fulan. Maka
diambillah kebaikan-kebaikan yang pernah dia lakukan untuk diberikan
kepada orang-orang yang pernah dia zalimi. Hingga apabila
kebaikan-kebaikannya habis sebelum terbalas kezalimannya, maka
kesalahan orang-orang yang pernah dia zalimi tersebut ditimpakan
kepadanya, kemudian dia dilempar ke neraka." (HR. Muslim, no. 6744)
Syarat Keenam: Taubat harus pada waktunya
Apabila seseorang baru mau bertaubat setelah lewat waktunya, maka
taubatnya tidak akan diterima oleh Allah Ta'ala. Adapun waktu
diterimanya taubat untuk setiap manusia adalah sebelum kematian datang
menjemputnya. Allah Ta'ala berfirman:
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى
إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآَنَ وَلَا
الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ
عَذَابًا أَلِيمًا
"Dan tidaklah taubat itu bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan
sampai ketika datang kematian kepada salah seorang di antara mereka,
(barulah) ia mengatakan : "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang." Dan
tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati dalam keadaan
kafir, bagi mereka telah Kami sediakan siksa yang pedih." (An-Nisa':
18)
Sedangkan waktu diterimanya taubat untuk keseluruhan manusia adalah
selama matahari belum terbit dari barat. Rasulullah shallallahu'alaihi
wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ
مُسِىءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ
اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا
"Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla membentangkan tangan-Nya di waktu
malam agar bertaubat orang yang berbuat salah pada siang hari. Dan
membentangkan tangan-Nya di waktu siang agar bertaubat orang yang
berbuat salah pada malam hari, (hal ini terus terjadi) sampai terbit
matahari dari barat." (HR. Muslim, no. 7165)
Bahaya Meremehkan Dosa
Inilah salah satu penghalang taubat, yaitu ketika seseorang meremehkan
perbuatan dosa yang dia lakukan karena menganggapnya sebagai dosa
kecil. Justru apabila seseorang menganggap remeh perbuatan maksiatnya
kepada Allah Ta'ala maka dia telah terjatuh pada dosa besar, karena
perbuatan menganggap remeh dosa merupakan satu bentuk dosa besar.
Dan dosa kecil sekali pun apabila dilakukan terus menerus, tentu akan
menjadi dosa besar, sebagaimana hakikat lautan yang luas hanyalah
kumpulan tetesan-tetesan air yang sanggup menjadi ombak yang besar.
Demikianlah dosa-dosa kecil, apabila berkumpul pada diri seseorang
niscaya akan membinasakannya. Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam
bersabda:
إياكم ومُحقراتُ الذنُوبِ، كقَومٍ نَزلُوا في بطْنِ وادٍ فجاءَ ذا بعودٍ
، وجاء ذا بعودٍ حتى أنضَجُوا خبزتهم ، وإنَّ محقَّراتِ الذُّنوب متى
يُؤخذ بها صاحبُها تُهلِكْهُ
"Hati-hatilah dengan dosa-dosa kecil, (karena dosa-dosa kecil itu)
bagaikan suatu kaum yang turun di suatu lembah dan masing-masing orang
membawa satu ranting kayu bakar yang pada akhirnya bisa menyalakan api
hingga mereka bisa memasak roti mereka. Demikianlah dosa-dosa kecil,
apabila berkumpul dalam diri seseorang niscaya akan membinasakannya."
(HR. Thabrani, dishohihkan asy-Syaikh al-Albani dalam ash-Shohihah,
no. 3102)
Maka hendaklah setiap kita bersegera untuk bertaubat kepada Allah
Ta'ala, terlebih lagi ketika kita tidak mengetahui kapan kita akan
dipanggil oleh Allah Ta'ala dan berpisah dengan kehidupan dunia ini,
untuk kemudian dimintai pertanggungjawaban atas setiap perbuatan kita.
Dan janganlah seseorang berputus asa dari rahmat dan ampunan Allah
Ta'ala betapa pun besarnya dosa yang telah dia kerjakan, karena
hakikat seorang hamba yang baik bukanlah yang tidak pernah berbuat
dosa sama sekali, tapi hamba Allah Ta'ala yang terbaik adalah seorang
yang apabila dia berbuat dosa, dia senantiasa bertaubat kepada Allah
Ta'ala. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu'alaihi wa sallam:
كُلُّ بنِي آدَمَ خَطَّاءٌ ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
"Setiap anak adam senantiasa berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang
berbuat salah adalah yang senantiasa bertaubat." (HR. Tirmidzi dan
Ibnu Majah, dihasankan asy-Syaikh al-Albani dalam Shohihut Targhib,
no. 3139)
Wabillahit taufiq, walhamdulillahi Rabbil 'alamiin.
Sumber: http://www.facebook.com/notes/sofyan-chalid-ruray/taubat-muara-terindah-bagi-seorang-hamba/188247158899
Komentari tulisan ini:
http://salafiyunpad.wordpress.com/2009/12/05/taubat-muara-terindah-bagi-seorang-hamba/#respond
--
WordPress.com | http://automattic.com/contact/ | Thanks for flying
with WordPress!
Manage your subscriptions by opening this link:
http://dashboard.wordpress.com/wp-admin/index.php?page=subscriptions
0 tanggapan:
Posting Komentar
dipersilahkan untuk memberikan tanggapan, dengan memperhatikan adab sopan santun, dan ma'af jika saya tidak menampilkan komentar anda yang hanya ingin mengajak berdebat (kecuali jika memang perlu saya tanggapi akan saya berikan tanggapan) terima kasih