Ke Dukun...? enggak la yau..
Oleh: Abdullah Zaen, Lc, MA
KHUTBAH PERTAMA:
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ”.
“يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً”.
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً”.
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
.“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ”.
“يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً”.
“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً”.
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Jama’ah Jum’at rahimakumullah…
Mari kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah ta’ala dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya; yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ’alaihi wa sallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ’alaihi wa sallam.
Jama’ah Jum’at yang semoga dimuliakan Allah…
Di antara potret keindahan ajaran Islam, selain mengajarkan karakter tawakkal, agama kita juga memotivasi umatnya agar berikhtiar, berdaya upaya dan berusaha untuk menggapai keinginan serta cita-citanya.
Guna mendulang rezeki misalnya, Islam memerintahkan umatnya untuk bekerja. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
“لَأَنْ يَحْتَزِمَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً مِنْ حَطَبٍ، فَيَحْمِلَهَا عَلَى ظَهْرِهِ، فَيَبِيعَهَا؛ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ رَجُلًا يُعْطِيهِ أَوْ يَمْنَعُهُ”.
“Seseorang mencari seikat kayu bakar lalu dipanggul di atas pundaknya dan dijual, lebih mulia dibandingankan dia meminta-minta kepada orang lain, diberi atau tidak.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu dengan redaksi Muslim).
Orang yang sakit dan menginginkan kesembuhan, diperintahkan Islam untuk berobat. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
“تَدَاوَوْا! فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ دَوَاءً، غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ؛ الْهَرَمُ”.
“Berobatlah! Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla tidaklah menurunkan penyakit melainkan menciptakan obatnya. Kecuali satu penyakit, yaitu penyakit tua.” (HR. Abu Dawud (IV/125 no. 3855) dari Usamah bin Syarik radhiyallahu ’anhu dan dinilai hasan sahih oleh at-Tirmidzy (hal. 461 no. 2039)).
Namun demikian, dalam hal ikhtiar, Islam tidaklah membebaskan umatnya berlaku sekehendaknya tanpa aturan. Justru agama kita membuat rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar. Yang pada hakikatnya bertujuan untuk kemaslahatan insan, dalam perkara duniawi maupun ukhrawi.
Kaum muslimin dan muslimat yang kami hormati…
Di antara rambu-rambu ikhtiar, yang amat disayangkan masih sering dilanggar, termasuk di negeri kita, larangan Islam untuk memanfaatkan ‘jasa’ dukun, paranormal, tukang sihir dan yang semisal.
Tidak sedikit di antara anggota masyarakat kita, dengan berbagai strata kehidupan, beragam latar belakang ideologi, tingkatan pendidikan dan kebutuhan, masih menganggap pergi ke dukun sebagai bentuk ikhtiar yang lazim. Padahal di KTP mereka tertulis beragama Islam.
Pejabat yang menginginkan kelanggengan kedudukannya.
Tokoh politik yang membidik kursi panas jabatan.
Bos yang berhasrat disegani dan terlihat berwibawa di depan karyawannya.
Bawahan yang bercita-cita naik pangkat.
Pedagang yang mengharapkan kelancaran rezekinya.
Pengusaha yang berkeinginan untuk menjatuhkan saingan bisnisnya.
Orang yang apes karena rumahnya disatroni maling dan ingin agar hartanya ditemukan kembali.
Remaja yang ingin mengintip masa depan ‘cintanya’.
Bujangan yang mengincar wanita idamannya.
Istri yang berharap suaminya tidak melirik ‘rumput tetangga’.
Rumah tangga yang bermimpi memiliki keturunan.
Bahkan, siswa sekolah yang menginginkan kelulusan dalam ujiannya.
Banyak di antara mereka tergopoh-gopoh datang mengetuk pintu para dukun, menghiba bantuannya. Mereka melakukannya, sekali lagi, atas nama “ikhtiar”!
Padahal sejak empat belas abad lalu, panutan kita Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam telah mengingatkan dengan tegas,
“مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ؛ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً”.
“Barangsiapa mendatangi peramal, lalu ia bertanya tentang sesuatu padanya; maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh malam.” (HR. Muslim (IV/1751 no. 2230) dari sebagian istri Rasul shallallahu ’alaihi wa sallam).
Hadits lain memberikan statemen yang lebih keras lagi,
“مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ سَاحِراً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ؛ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ”.
“Barangsiapa mendatangi dukun atau tukang sihir lalu mempercayai apa yang dikatakannya; maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam.” (HR. Al-Bazzar (V/315 no. 1931) dari Ibn Mas’ud radhiyallahu ’anhu dan sanad-nya dinilai sahih oleh Ibnu Katsir [lihat: Tafsîr Ibn Katsîr (I/393)].
Hadirin dan hadirat rahimakumullah…
Barangkali ada sebagian kalangan yang bertanya-tanya, mengapa Islam begitu ‘keras’ dalam hal ini? Toh, para dukun mereka hanya ingin berbuat baik kepada sesama, dengan memberdayakan ‘daya linuwih’ yang dimiliki. Lantas apa salahnya?
Sebelum menjawab kebimbangan di atas, satu hal yang seharusnya selalu diingat setiap insan, manakala Islam melarang suatu perbuatan, pasti perbuatan tersebut memuat kerusakan fatal atau mengakibatkan bahaya besar bagi pelakunya, baik di dunia maupun akhirat. Sekalipun barangkali perbuatan itu mengandung beberapa manfaat. Jika dicermati ulang dengan teliti, ternyata manfaat tadi bila dibandingan dengan keburukan yang ditimbulkannya, jelas tidak ada apa-apanya.
Segala yang berbau perdukunan, maupun praktik sihir memuat berbagai sisi negatif. Di antaranya:
Pertama: Demi menjalankan aktivitasnya, para dukun melakukan ritual kesyirikan dan praktik kekufuran
Seringkali para dukun dan tukang sihir bisa melakukan atraksi-atraksi ajaib yang mencengangkan. Orang yang beriman tidak mudah termakan; karena ia tahu bahwa sejatinya mereka telah berkolaborasi dengan setan untuk melakukan atraksi tersebut [lihat: Kitab an-Nubuwwât karya Ibn Taimiyyah (II/830-831)].
Setan tidak mungkin membantu para tukang sihir dalam hal itu, kecuali setelah mereka melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat, sebagai bentuk kompensasi bantuan tersebut [lihat: Al-Furqân baina Auliyâ’ ar-Rahmân wa Auliyâ’ asy-Syaithân karya Ibn Taimiyyah (hal. 331-332)]. Semakin perbuatan yang dipersembahkan kufur atau syirik, maka bantuan yang diberikan setan semakin besar [lihat: At-Tafsîr al-Qayyim (hal. 581)].
Kenyataan ini bukanlah isapan jempol belaka atau fitnah murahan, namun fenomena tersebut diakui oleh para mantan dukun yang telah bertaubat. Mereka bersaksi bahwa untuk menggapai ‘kesaktian’ yang dimiliki, mereka diharuskan untuk melakukan kesyirikan dan kekufuran. Ada yang mengatakan bahwa mereka dulunya memohon bantuan kepada iblis, ada yang tidak menunaikan shalat lima waktu dan berpuasa Ramadhan, ada yang menempelkan lembaran-lembaran mushaf al-Qur’an di tembok WC dan berbagai tindak kekufuran lainnya [lihat: Majalah Ghoib, edisi khusus “Dukun-dukun Bertaubat” (hal. 12-14, 17, 19, 20, 22, 43), edisi 32 (hal. 5), edisi 56 (hal. 11), edisi 70 (hal. 8)].
Adanya kolaborasi para dukun dengan setan telah dijelaskan para ulama Islam sejak dulu kala. Sebagaimana dipaparkan antara lain oleh Imam Syafi’i (w. 204 H) [lihat: Tafsir al-Qurthuby (II/274)], al-Baidhawy (w. 685 H) [lihat: Tafsir al-Baidhawy (hal. 21)] dan Ibn Hajar al-‘Asqalany (w. 852 H) [lihat: Fath al-Bary (X/222)].
Kedua: Tukang ramal dan paranormal telah menabrak salah satu prinsip dasar akidah Islam, yakni keyakinan bahwa Dzat yang mengetahui hal ghaib hanyalah Allah ta’ala.
Terlalu banyak fakta yang membuktikan bahwa para pelaku perdukunan telah mengklaim dirinya mengetahui hal-hal ghaib. Salah satu contoh nyatanya, lihatlah apa yang bermunculan di media massa, elektronik maupun cetak, setiap datang penghujung tahun? Para dukun dan ‘spiritualis’ berlomba meramal kejadian tahun depan! Ini hanyalah satu contoh, dan masih banyak contoh lainnya yang senada. Bahkan ada pula yang berani meramal kapan datangnya hari kiamat!
Padahal dalam al-Qur’an, begitu gamblang dijelaskan bahwa pengetahuan tentang hal ghaib hanyalah dimiliki Allah tabaraka wa ta’ala, Rabb semesta alam.
“قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّه”.
Artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad), “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghaib, kecuali Allah.” (QS. An-Naml: 65).
Dan masih banyak ayat lain serta hadits nabawi yang senada.
Ketiga: Pergi ke dukun dan paranormal membentuk mentalitas pemalas dalam diri seseorang.
“Pemikiran yang mistik mencerminkan mentalitas jalan pintas. Orang yang tidak mau kerja keras, tidak mau berencana, dan hanya mengharapkan solusi dengan cara gaib. Mistik membuat orang malas, tidak ulet dan tidak bermental tangguh.” (Perkataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebagaimana dalam buku Harus Bisa – Seni Memimpin ala SBY, karya Dr. Dino Patti Djalal (hal.127)).
Islam menginginkan umatnya ulet, tangguh, rajin berkerja, bersungguh-sungguh dalam berusaha, serta tidak bergantung pada sesuatu yang fiktif dan terbuai dengan angan-angan kosong. Islam juga sangat membenci karakter pemalas. Karenanya di antara doa yang kerap dilantunkan Rasul shallallahu ’alaihi wa sallam adalah,
“اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ”.
“Ya Allah sungguh aku memohon perlindungan kepada-Mu dari ketidakberdayaan, kemalasan, sifat pengecut dan lanjut usia. Aku memohon perlindungan-Mu dari fitnah kehidupan dan kematian. Serta aku memohon perlindungan-Mu dari azab kubur.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu).
Sidang Jum’at yang diberkahi Allah…
Pembahasan di atas bukan hanya membidik para dukun yang notabene beraliran hitam. Yang biasanya ditandai dengan blangkon atau iket di kepala dan pakaian serba hitam. Tidak lupa menyelipkan sebilah keris di pinggang, serta menyalakan kemenyan dan dupa di depannya. Namun peringatan di atas juga terarah kepada mereka yang menamakan diri dukun putih. Yang kerap berbusana bak seorang wali, dengan sorban di kepala dan jubah putih, serta tidak lupa bersenjatakan seuntai tasbih yang biji-bijinya terkadang mengalahkan besarnya bola pingpong. Mereka semua sama! [Pembahasan lebih lanjut baca di buku Dukun Hitam Dukun Putih – Menguak Rahasia Kehebatan Sekutu Setan, karya Abu Umar Abdillah].
Seyogyanya kaum muslimin bersikap cerdas dalam menilai sesuatu. Tidak mudah terkecoh dengan tipuan penampilan. Justru dia tetap menjadikan substansi sesuatu sebagai tolok ukur penilaian.
نفعني الله وإياكم بالقرآن العظيم، وبسنة سيد المرسلين.
أقول قولي هذا، وأستغفره العظيم الجليلَ لي ولكم، ولجميع المسلمين من كل ذنب، فاستغفروه؛ إنه هو الغفور الرحيم…
Khutbah Kedua
الحمد لله الواحد القهار، الرحيمِ الغفار، أحمده تعالى على فضله المدرار، وأشكره على نعمه الغِزار، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له العزيز الجبار، وأشهد أن نبينا محمداً عبده ورسوله المصطفى المختار، صلى الله عليه وعلى آله الطيبين الأطهار، وإخونه الأبرار، وأصحابه الأخيار، ومن تبعهم بإحسان ما تعاقب الليل والنهار.
Kaum muslimin dan muslimat yang kami cintai…
Kami tutup khutbah sederhana ini dengan fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) pusat berkenaan dengan permasalahan di atas, yang diputuskan pada Musyawarah Nasional MUI VII:
“Fatwa tentang Perdukunan (Kahânah) dan Peramalan (‘Irâfah)
1. Segala bentuk praktek perdukunan (kahânah) dan peramalan (‘irâfah) hukumnya haram.
2. Mempublikasikan praktek perdukunan (kahânah) dan peramalan (‘irâfah) dalam bentuk apapun hukumnya haram.
3. Memanfaatkan, menggunakan dan/atau mempercayai segala praktek perdukunan (kahânah) dan peramalan (‘irâfah) hukumnya haram”.
Ditetapkan di Jakarta, 21 Jumadal Akhir 1426 / 28 Juli 2005. [Lihat: Http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=95:perdukunan-kahanah-dan-peramalan-irafah&catid=25:fatwa-majelis-ulama-indonesia].
“Fatwa telah diputuskan. Tinggallah komitmen kita sebagai umat Islam di negeri ini mematuhi dan menaati keputusan yang dibuat forum tertinggi umat Islam di negeri ini. Jangan sampai keputusan komisi fatwa itu hilang maknanya, lantaran ketidakseriusan kita sendiri sebagai umat Islam untuk menyebarkan dan menerangkannya kepada masyarakat.” [Majalah Ghoib, edisi 66 (hal. 44)].
ألا وصلوا وسلموا -رحمكم الله- على المصطفى المختار؛ كما أمركم بذلك العزيز الغفار، فقال تعالى قولا كريما: “إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً”.
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد, اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد.
ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين
ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم
ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب
ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين. أقيموا الصلاة…
Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 20 Rabi’uts Tsani 1432 / 25 Maret 2011
0 tanggapan:
Posting Komentar
dipersilahkan untuk memberikan tanggapan, dengan memperhatikan adab sopan santun, dan ma'af jika saya tidak menampilkan komentar anda yang hanya ingin mengajak berdebat (kecuali jika memang perlu saya tanggapi akan saya berikan tanggapan) terima kasih