Minggu, 29 Mei 2011

Yakin itu suatu Keharusan




Yakin, Memang Dibutuhkan

Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat mengambil pelajaran dari sejarahnya. Demikianlah dikatakan sebagian ahli hikmah. Satu ungkapan yang mengajak kita mengenal sejarah kejayaan umat islam yang pernah memenuhi suara dunia. Ternyata setelah melihat kepada penjelasan Rasulullah shallalllahu 'alahi wa sallam yang berbunyi,
صَلاَحُ أَوَّلِ هَذِهِ الأُمَّةِ بِالزُّهْدِ وَ الْيَقِيْنِ وَ يَهْلِكُ آخِرُهَا بِالْبُخْلِ وَ الأَمَلِ .
“Kejayaan awal umat ini dengan sebab sikap zuhud dan yakin. Sedangkan kehancuran akhir umat ini dengan sebab kekikiran dan angan-angan.” (HR Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman dan dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami‘ no. 3845)
Memang sikap yakin menjadi sebab kejayaan dan kesuksesan generasi awal umat ini.

Demikianlah realita yang ada, dahulu generasi awal umat ini dengan keyakinan mereka terhadap janji Allah dan ajaran Rasul-Nya shallalllahu 'alahi wa sallam menggapai kejayaan dan menaklukan negeri-negeri kafir. Mereka rubah negeri-negeri tersebut menjadi negeri islam yang makmur dan aman. Namun, ketika umat ini sudah sibuk dengan angan-angan dan menjadi bakhil disebabkan cinta dunia dan takut mati, maka merekapun menjadi lemah dan tertindas.
Alangkah butuhnya kita semua dengan rasa yakin yang benar tanpa keraguan terhadap kebenaran janji Allah. Yakin dengan ajaran Rasulullah shallalllahu 'alahi wa sallam dan semua yang dijanjikannya. Siapa yang yakin dengan benar bahwa Allah akan menghadiahkan surga yang nan indah kepada orang yang mentaatinya, maka ia akan menjual diri, harta dan semua miliknya untuk mendapatkannya. Semua itu muncul karena keyakinannya terhadap janji tersebut. Lihatlah kisah Umair bin al-Humaam al-Anshari dalam perang Badar yang disampaikan imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim setelah Rasulullah shallalllahu 'alahi wa sallam bersabda,
قُومُوا إِلَى جَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ يَقُولُ عُمَيْرُ بْنُ الْحُمَامِ الْأَنْصَارِيُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ جَنَّةٌ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ قَالَ نَعَمْ فَقَالَ بَخٍ بَخٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَحْمِلُكَ عَلَى قَوْلِكَ بَخٍ بَخٍ قَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِلَّا رَجَاءَ أَنْ أَكُونَ مِنْ أَهْلِهَا قَالَ فَإِنَّكَ مِنْ أَهْلِهَا فَأَخْرَجَ تَمَرَاتٍ مِنْ قَرَنِهِ فَجَعَلَ يَأْكُلُ مِنْهُنَّ ثُمَّ قَالَ لَئِنْ أَنَا حَيِيتُ حَتَّى آكُلَ تَمَرَاتِي هَذِهِ إِنَّهَا لَحَيَاةٌ طَوِيلَةٌ ثُمَّ رَمَى بِمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ التَّمْرِ ثُمَّ قَاتَلَهُمْ حَتَّى قُتِلَ
"Berangkatlah ke surga yang lebarnya selebar langit-langit dan bumi!" Umair bin al-Humaam Al-Anshari bertanya, "Wahai Rasulullah! Surga seluas langit-langit dan bumi?" Beliau jawab, "Ya." Lalu Umair berkata, "Wah, wah." Rasulullah shallalllahu 'alahi wa sallam pun bertanya kepadanya, “Apa yang membuatmu berkata Wah,wah?" Iapun menjawab, "Demi Allah, Wahai Rasulullah (aku berkata demikian) hanya karena mengharap aku termasuk penghuni surga tersebut." Maka beliau shalalllahu 'alahi wa sallam berkata, "Sungguh kamu termasuk penghuninya." Lalu Umairpun mengeluarkan kurma-kurma dari kantongnya dan mulai memakan beberapa buah darinya, kemudian ia berkata, "seandainya aku masih hidup hingga memakan kurma-kurmaku ini, sungguh itu adalah kehidupan yang lama." Kemudian ia membuang kurma yang ada padanya lalu memerangi mereka (orang-orang kafir) hingga terbunuh.”
Lihatlah rasa yakin tersebut membuat sahabat yang mulia ini berani mengorbankan jiwanya hingga terbunuh syahid di Perang Badar.
Alangkah butuhnya kita terhadap rasa yakin seperti ini.
Demikian juga dalam berdoa dibutuhkan rasa yakin terhadap firman Allah,
“Dan Tuhanmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.'” (QS. Ghafir, 40: 60).
Kita harus yakin dengan ijabah Allah dalam berdoa sebagaimana diperintahkan Rasulullah shallalllahu 'alahi wa sallam dalam sabdanya,
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ
“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin diterima (ijabahi) dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR Al-Tirmidzi)
Pengaruh rasa yakin ini dalam doa dapat digambarkan dalam kisah Ali bin Abi Thahir. Ketika beliau bepergian kenegeri Syam dan menulis banyak hadits maka beliau bawa kitab-kitabnya dalam kotak dan mengarungi lautan. Kemudia kapal yang dinaikinya goyang dan hampir tenggelam sehingga melontarkan kotak kitabnya tersebut kelautan. Kemudian kapalnya pun dapat tenang dan stabil lagi. Setelah keluar dari kapal tersebut beliau tinggal dipantai laut tersebut selama tiga hari berdoa kepada Allah dan bersujud dimalam hari dan berkata. ‘Apabila belajarku ini ikhlas karena Engkau dan karena cinta Rasul-Mu maka tolonglah aku dengan mengembalikannya.' Lalu ia mengangkat kepalanya dan ternyata tiba-tiba kotak kitabnya tersebut terlempar kedekatnya, lalu ia mengambilnya dan bangkit berdiri dengan sangat bahagia. Kemudian orang-orang berdatangan kepadanya untuk mendengar hadits dari beliau namun beliau menolaknya. Beliau menuturkan kembali kisahnya: Lalu aku bermimpi bertemu Rasulullah shallalllahu 'alahi wa sallam dan Ali bin Abu Thalib bersama beliau. Rasulullah shallalllahu 'alahi wa sallam berkata, 'Wahai Ali! Adakah orang yang Allah perlakukan seperti perlakuan-Nya terhadapmu dipantai itu? Jangan mencegah diri dari meriwayatkan hadits-haditsku!' Maka aku jawab, 'Aku bertaubat kepada Allah.' Lalu Rasulullah shallalllahu 'alahi wa sallam mendoakan kebaikan kepadaku dan menganjurkanku untuk menyampaikan hadits-haditsnya (lihat Siyar A’lam Nubala 4/87).
Lihatlah keyakinan ulama ini dalam berdoa sehingga Allah mengabulkan doanya.
Memang kita semua membutuhkan rasa yakin yang membuat kita dapat sempurna bertawakal kepada Allah dalam seluruh sisi kehidupan ini.
Mari kita bina jiwa kita agar menjadi jiwa yang yakin dengan semua janji Allah sang pemelihara alam semesta!
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel www.ustadzkholid.com

    0 tanggapan:

    Posting Komentar

    dipersilahkan untuk memberikan tanggapan, dengan memperhatikan adab sopan santun, dan ma'af jika saya tidak menampilkan komentar anda yang hanya ingin mengajak berdebat (kecuali jika memang perlu saya tanggapi akan saya berikan tanggapan) terima kasih