Rabu, 24 Agustus 2016

Antara Dokter dan Ustadz

Antara Dokter dan Ustadz

Di dunia medis sering kita dengar adanya kasus dokter palsu..

Seseorang membuka praktek pengobatan yang mengaku sebagai dokter spesialis tertentu..

Padahal sama sekali tidak miliki pendidikan kedokteran..
Bahkan hanya lulusan SLTA..
Atau mungkin pernah bekerja di Apotek..
Sehingga dengan modal pengalamannya bersama obat-obatan.. ia pun berani mengaku sebagai seorang dokter.. (..dokter abal-abal..)..

Begitu gampangnya seseorang bisa mengiklankan diri sebagai dokter..
Apalagi sekarang segala sesuatu bisa direkayasa..
Ijazah palsu bisa dibikin dengan mudah..
Sehingga bisa untuk menipu dan mengelabuhi manusia..



Padahal menjadi seorang dokter itu tidak gampang dan tidak bisa sembarangan..

Ada pendidikan khusus yang harus ditempuh..
Dan juga harus melalui berbagai ujian..
Kemudian diakui kedokterannya dalam bentuk ijazah..

Demikian kurang lebih sedikit apa yang saya ketahui tentang dokter..
(..mohon ma'af jika kurang tepat..)..

Kemudian jika kita berbicara tentang masalah agama..

Disadari atau tidak bahwa dalam dunia da'wah pun ada yang namanya ustadz palsu.. (..ustadz abal-abal.. ustadz gadungan.. atau ustadz yang sebetulnya tidak pantas disebut ustadz..)..
Seseorang yang menampilkan diri sebagai ustadz padahal tidak memiliki kelayakan sama sekali..

Ada pertanyaan..

Apakah menjadi ustadz itu harus menempuh pendidikan khusus sebagaimana halnya menjadi seorang dokter..?..
Harus sekolah dulu.. atau harus punya ijazah..?

Wallahu a'lam..
saya tidak tahu banyak tentang prosedur menjadi ustadz..

Akan tetapi saya pribadi mempunyai anggapan.. (..mohon ma'af jika kurang sependapat.. dan mohon dikoreksi jika salah..)..
Bahwa menjadi ustadz itu bukan cita-cita..

Ustadz itu adalah sebuah amanah bagi siapapun yang memiliki kemampuan dalam memahami syari'at islam untuk menda'wahkannya kepada manusia..

Niat yang harus dimiliki oleh setiap muslim adalah mempelajari syari'at islam supaya dirinya faham tentang agamanya..

Adapun jika ternyata kemudian ia diberikan kemampuan lebih untuk mengajarkannya kepada manusia tentang apa yang ia kuasai maka ini adalah sebuah keutamaan baginya..

Sehingga ustadz itu bukan cita-cita..
Dan menjadi ustadz itu tidak harus lulusan universitas atau perguruan tinggi islam.. atau lulusan sebuah lembaga pendidikan islam tertentu..

Tidak musti..
(..mohon ma'af jika ada yang kurang sependapat..)..

Meskipun demikian.. saya menilai bahwa pendidikan formal juga sangat dibutuhkan..
Bahkan penting sekali bagi kaum muslimin terutama generasi muda islam dalam rangka mengembangkan kepemahamannya tentang syari'at islam..

Namun sekali lagi bagi saya pribadi.. bahwa menjadi ustadz itu bagaimana kemampuannya dalam menguasai berbagai macam ilmu dalam islam.. terutama ilmu alat.. maqashid serta qawa'id dalam syari'at..
sehingga betul-betul bisa memahami islam dengan benar..
Walaupun mungkin hanya sekedar mulazamah kepada seorang syaikh.. atau beberapa ulama' yang diakui keilmuannya..
Sehingga ia mampu mewarisi berbagai macam ilmu yang diajarkan kepadanya..

Maka dari itu saya lebih menganggapnya sebagai seorang ustadz.. seseorang yang belajar agama walaupun hanya dengan mulazamah namun mampu menerima ilmu yang diberikan.. dan mampu mengajarkannya kepada manusia.. dari pada seseorang yang mungkin lulusan universitas atau perguruan tinggi islam ternama.. namun tidak mampu mengambil ilmu dari tempat dimana ia belajar..
Bahkan mempunyai pemikiran yang menyimpang dan bertentangan dengan syari'at islam..
Maka orang seperti itu tidak pantas dianggap ustadz..

Wallahul musta'an..

Sekali lagi mohon ma'af..

Bukan maksud saya ingin merendahkan atau menyepelekan lembaga pendidikan keagamaan yang ada..
Seperti Madrasah.. Pesantren.. Ma'had.. maupun Universitas-universitas Islam..

Sama sekali tidak..!!..

Justru saya menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat penting keberadaan sarana pendidikan semacam itu..
Karena bagaimanapun juga lembaga-lembaga pendidikan keagamaan tersebut memiliki arah dan tujuan yang jelas.. sehingga dapat terprogram dengan baik apa yang akan diajarkan kepada peserta didiknya..

Jadi intinya bahwa menjadi ustadz itu tidak bisa sembarangan..
Sebagaimana halnya menjadi seorang dokter..

Walaupun jalur pendidikan yang dilalui mungkin tidak sama..

Menjadi seorang dokter harus menempuh pendidikan formal..

Adapun ustadz tidak musti duduk di bangku sekolah atau pendidikan normal..
Belajar agama bisa dilakukan dengan cara mulazamah kepada seorang syaikh atau ulama' yang diakui keilmuannya..

Yang terpenting adalah kemampuannya dalam menyerap ilmu yang diajarkan.. dan bisa memahaminya dengan baik..

Meskipun demikian keduanya tetap memiliki kesamaan..:

Sama-sama membutuhkan kecerdasan dalam belajar dan juga ketika mengamalkan ilmu yang dimilikinya..
Sama-sama tidak bisa belajar secara autodidak.. harus belajar langsung kepada ahlinya..
Walaupun tentunya pengalaman juga akan mempengaruhi kematangan ilmu yang dimiliki seseorang..
Dokter dan ustadz adalah sama-sama menjadi seorang pengobat..
dokter mengobati penyakit jasmani..
sedangkan ustadz mengobati penyakit rohani..

Wallahu a'lam..

Kembali kepada fenomena ustadz palsu..

Keberadaan ustadz palsu jelas membahayakan manusia..
Sebagaimana bahayanya dokter palsu yang ada di tengah-tengah manusia..

Dokter gadungan ketika mengobati pasien maka dia cenderung akan menggunakan cara-cara pengobatan yang kemungkinan besar tidak sesuai prosedur bahkan ngawur..
Terjadilah yang disebut dengan mala praktek..

Begitu juga ustadz gadungan.. atau ustadz yang sebetulnya tidak pantas menjadi ustadz.. maka ketika berda'wah pun apa yang ia da'wahkan hanya berdasarkan hawa nafsu..

Wallahu a'lam..

Maka waspadalah terhadap ustadz gadungan..
Karena ustadz gadungan mungkin saja berada di sekitar anda..

Udah gitu saja dari saya ya..
Jempol saya lumayan pegel juga..

Semoga ada manfaatnya..

Dan berhubung yang menulis ini bukan ustadz untuk itu mohon mangap jika ternyata apa yang saya tulis ini ada kesalahan..

Mudah-mudahan ada salah satu atau salah dua atau salah tiga ustadz yang berkenan memberikan tanggapannya..

Demikian..

Baarakallahu fiikum jami'an..

Cileungsi, Selasa, 8 Sya'ban 1436 H, 07:45 WIBogor wetan..
Bapak'e Hanifah mBantul

4 tanggapan:

Unknown mengatakan...

Apa benar menjadi ustadz bukan sebuah cita2? Saya pernah mendengar kajian dari ustadz arifin badri tentang kisah 4 pemuda ykni abdullah ibnu zubair,mus'ab ibn zubair, urwah ibn zubair, dan abdul malik bin marwan. Nah,urwah bin zubair bercita2,agar dapat memiliki ilmu yang semua orang mengambil ilmu darinya sehingga ia bisa masuk surga. Jadi menurut saya tidak mengapa jika menjadikan ustadz sebgai cita2, asal ikhlash krn Allah. Allahu a'lam.

Unknown mengatakan...

@sakti silla jayanti
Terima kasih atas tanggapannya..
jazaakumullahu khairan..
Baarakallahu fiikum..

Begini..
'afwan..
Coba perhatikan kembali apa yang saya tulis..

"..Akan tetapi saya pribadi mempunyai anggapan.. (..mohon mangap jika kurang sependapat.. dan mohon dikoreksi jika salah..)..
Bahwa menjadi ustadz itu bukan cita-cita..

Ustadz itu adalah sebuah amanah bagi siapapun yang memiliki kemampuan dalam memahami syari'at islam untuk menda'wahkannya kepada manusia..

Niat yang harus dimiliki oleh setiap muslim adalah mempelajari syari'at islam supaya dirinya faham tentang agamanya..

Adapun jika ternyata kemudian ia diberikan kemampuan lebih untuk mengajarkannya kepada manusia tentang apa yang ia kuasai maka ini adalah sebuah keutamaan baginya.."

Saya kira tidak bertentangan dengan apa yang disebutkan..
"..tentang kisah 4 pemuda ykni abdullah ibnu zubair,mus'ab ibn zubair, urwah ibn zubair, dan abdul malik bin marwan. Nah,urwah bin zubair bercita2,agar dapat memiliki ilmu yang semua orang mengambil ilmu darinya sehingga ia bisa masuk surga.."

Di situ saya menegaskan..
"..Niat yang harus dimiliki oleh setiap muslim adalah mempelajari syari'at islam supaya dirinya faham tentang agamanya..

Adapun jika ternyata kemudian ia diberikan kemampuan lebih untuk mengajarkannya kepada manusia tentang apa yang ia kuasai maka ini adalah sebuah keutamaan baginya.."

inilah yang seharusnya menjadi cita-cita setiap kita..
seperti kisah 4 pemuda yang telah disebutkan..
Yaitu agar kita berusaha untuk memiliki ilmu.. dengan cara belajar..
Karena menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap kita.. agar kita bisa memahami syari'at..
syaukur-syukur bisa mengajarkan kepada manusia atau mendakwahkannya kepada orang lain..
karena mengajarkan ilmu juga mempunyai keutamaan tersendiri.. dan untuk mengajarkan kepada manusia pun tidak setiap orang mampu mengerjakannya..
namun orang yang memiliki ilmu pasti bermanfaat.. terutama buat diri sendiri.. dan alhamdulillah jika bermanfaat buat orang lain dan ini sebuah keutamaan dan merupakan amanah yang harus ditunaikan..

Adapun jika yang menjadi cita-cita adalah ustadz..?

Berapa banyak orang yang diustadzkan namun tidak pantas disebut ustadz..
Belum cukup memiliki ilmu bahkan masih perlu belajar banyak.. namun sudah berani tampil menjadi ustadz.. karena niatnya hanya ingin menjadi ustadz..

Berbeda dengan orang yang niatnya adalah mempelajari ilmu syari'at dengan sungguh-sungguh yang kemudian ia menguasai berbagai disiplin ilmu tentang syari'at.. kemudian mampu untuk mendakwahkannya kepada manusia.. maka ia pun berhak disebut ustadz walaupun tidak ia cita-citakan..

saya kira kisah yang disampaikan Istadz Arifin Badri tidak bertentangan dengan apa yang saya katakan..

Wallahu a'lam..

Semoga bisa difahami..

Baarakallahu fiik..

Sari64 mengatakan...

Assalamualaikum,
Itu mohon maaf atau mohon mangap sih????

Unknown mengatakan...

@Sari64
Ma'af sebelumnya..
Bahwa sebetulnya artikel tersebut adalah tulisan saya di fb beberapa waktu yang lalu.. kemudian saya posting ulang di Blog ini.. namun belum sempet saya edit..

Dan bagi temen-temen fb saya biasa dengan kalimat yang terkadang saya plesetkan.. dan rata-rata temen-temen memahami maksud saya..

Adapun di Blog ini karena sifatnya lebih umum dan mungkin ada yang tidak biasa dengan gaya bahasa saya.. untuk itu saya telah mengedit kata tersebut..

Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya..

Baarakallahu fiikum..

Posting Komentar

dipersilahkan untuk memberikan tanggapan, dengan memperhatikan adab sopan santun, dan ma'af jika saya tidak menampilkan komentar anda yang hanya ingin mengajak berdebat (kecuali jika memang perlu saya tanggapi akan saya berikan tanggapan) terima kasih